BARISAN.CO – Jakarta diperkirakan akan tenggelam di tahun 2050. Menurut Dosen Fakultas Geologi Universitas Padjajaran, banjir yang semakin meluas dan sering serta kerusakan dan kemiringan gedung maupun infrastruktur akibat differential settlement, dan lainnya berdampak pada wilayah itu tidak lagi layak untuk ditempati.
“Jakarta Utara bisa tenggelam di tahun 2050 dengan prasyarat bahwa laju penurunan tetap terjadi dan ditambah naiknya air muka laut akibat pemanasan global,” kata Dicky dikutip dari CNN Indonesia.
Dicky menuturkan secara geologis Teluk Jakarta pasti akan megelami penurunan tanah di lokasi-lokasi tertentu yang akan mempercepat waktu terendam oleh air laut.
Sementara itu, Koordiantor Ciliwung Institute, Sudirman Asun mengatakan, pada momen Hari Sungai ke-10 yang diperingati pada Rabu (27/7/2021), proyek normalisasi sungai dengan cara mengeruk, melebarkan, mentransformasi sungai menjadi kanal beton hingga mampu menampung mengalirkan debit air Q50 atau 500 m3/detik, kelebihan beban sungai dapat secepat-cepatnya dibuang ke laut merupakan informasi sesat.
“Itu solusi palsu yang malah akan memperparah banjir dan mengancam ketahanan masa depan Kota Jakarta. Pada praktik pelaksanaanya, abnormalisasi sungai Jakarta dilakukan dengan menggusur kampung-kampung karena dianggap sebagai penyebab banjir dan jalan sempadan awalnya itu kawasan hijau,” kata Asun dalam keterangan tertulisnya kepada barisan.co.
Asun menyampaikan saat ini, area itu disesaki oleh bangunan baru berupa tembok besar berbahan beton, pohon-pohon besar digusur diganti sheetpile, dan jalan raya beton dinamai jalan inspeksi. Ia menilai sempadan sungai sebagai penguasaan ruang hak sungai menjadi sempit,
“Ini menjadi kontradiktif dengan klaim tujuan normalisasi sungai adalah memperbesar daya tampung sungai. Kota Jakarta sebagai kota dengan garis pantai dan laut juga penyesatan informasi. Adanya pengabaian variabel jadwal pasang air laut 1×24 jam dimana Jakarta harus berhadapan dengan kenaikan pasang air laut dan pasang besar bulan purnama juga hilal 2 kali tiap bulannya,” lanjut Asun.
Asun memberikan ilustrasi bagaimana Jakarta bunuh diri sebagaimana dapat dilihat dari gambar dibawah ini:
Gambar skakmat city titik 3 memperlihatkan paradigma secepat-cepatnya membuang air ke laut dengan normalisasi sungai tidak relevan ketika ketemu jadwal laut pasang naik, air sungai tentu terhambat keluar muara sungai karena terhambat masuknya air laut oleh hukum massa dan momentum back water.
Gambar skakmat city titik 1 berupa penempatan Proyek betonisasi kanalisasi sungai pada kawasan selatan hulu Jakarta di atas segmen Pintu Air Jakarta dengan kemiringan sudut elevasi kontur tajam, menjadikan aliran sungai seperti perosotan air, ketika debit sungai besar aliran air menjadi semakin deras dan kencang daya rusak mengancam kawasan hilir dibawahnya mengalami akumulasi banjir yang semakin parah.
Sedangkan, gambar skakmat city titik 2 Jakarta terlihat memusuhi air. Jakarta sebagai kota delta yang lahir dari sungai, daratan kota Jakarta terbentuk dari sedimentasi sungai yang disebut tanah Aluvial secara alamiah mengalami pemadatan struktur tanah, yang berakibat penurunan muka tanah ‘sinking’, penurunan muka tanah juga diakibatkan ekstrasi air tanah secara berlebihan oleh pelaku komersil seperti gedung perkantoran, mal dan hotel. Ketika Jakarta durhaka terhadap sungai dengan betonsiasi sungai juga menjadi salah satu faktor menghambat resapan cadangan air tanah yang harusnya bisa dibasahi oleh sungai. Air secepat-cepat mengalir ke laut tanpa sempat diserap.