Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Melonjak, Pembayaran Atas Jasa Pihak Asing

Redaksi
×

Melonjak, Pembayaran Atas Jasa Pihak Asing

Sebarkan artikel ini

Peningkatan Imbal Jasa Modal Asing

Pembayaran imbal jasa kepada modal asing yang telah operasional di Indonesia dicatat oleh Bank Indonesia dalam neraca Pendapatan Primer, yang juga merupakan salah satu bagian dari Transaksi Berjalan. Tersaji pada bagian yang disebut sebagai Pendapatan Investasi, yang bersifat pembayaran. Bentuk utamanya berupa pembayaran bunga dan keuntungan.

Seiring dengan arus masuk modal asing yang cenderung terjadi tiap tahun, maka nilai posisi investasi asing dalam perekonomian nasional makin membesar. Beban pembayaran pendapatan investasi pun cenderung bertambah.

Pembayaran pada tahun 2019 telah mencatat rekor tertinggi, yaitu sebesar US$39,44 Miliar. Sedikit turun menjadi US$32,60 Miliar pada tahun 2020. Kembali meningkat menjadi US$37,10 miliar pada tahun 2021. Dan tercatat sebagai rekor pada tahun 2022 yang mencapai US$43,09 Miliar.

Pembayaran kepada pihak asing dalam Pendapatan Primer yang termasuk pendapatan investasi langsung tercatat sebesar US$25,71 Miliar pada tahun 2022. Nilai ini lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan merupakan rekor tertinggi selama ini.

Dalam investasi portofolio, nilai pembayarannya pada tahun 2022 sebesar US$13,57 Miliar. Sedikit menurun dibanding tahun 2021 yang sebesar US$14,16 Miliar. Namun lebih besar dibanding tahun 2020 yang sebesar US$12,82 Miliar.

Sedangkan pembayaran pendapatan investasi lainnya berfluktuasi, dengan nilai yang relatif lebih kecil dibanding kedua jenis terdahulu. Nilainya sebesar US$2,90 Miliar pada tahun 2020, sebesar US$1,89 Miliar pada tahun 2021, dan sebesar US$2,13 miliar pada tahun 2022.

Transaksi Berjalan Diprakirakan Kembali Defisit di Masa Mendatang  

Meskipun telah menciptakan rekor surplus pada tahun 2022, Pemerintah sendiri tampak tidak cukup yakin bisa mempertahankan surlusnya pada tahun-tahun mendatang. Terutama jika dilihat dalam besaran nilai rasionya atas PDB yang mencapai 1% pada tahun 2022.

Demikian pula dengan IMF yang memberikan proyeksi (per Oktober 2022) defisit akan dialami kembali mulai tahun 2024 dan pada tahun-tahun berikutnya.

Salah satu penyebab prakiraan kondisi surplus Transaksi Berjalan yang sulit dipertahankan di masa mendatang adalah tekanan dari neraca Jasa-Jasa dan neraca Pendapatan Primer. Neraca Jasa-Jasa terkait erat dengan transformasi perekonomian nasional yang kurang mendukung perkembangan sektor-sektor jasa yang dapat diperdagangkan dengan pihak asing.

Sedangkan neraca pendapatan primer tertekan oleh telah besarnya posisi posisi investasi modal asing, termasuk utang luar negeri di Indonesia. [rif]