UPAYA membudayakan membaca pada anak harus dilakukan sejak mereka berusia sangat dini, antara lain dengan dibacakan. Berbagai langkah berdasar pengalaman keluarga kami telah disampaikan pada empat tulisan terdahulu. Tentu saja, langkah teknisnya tidak perlu sama bagi tiap keluarga. Apalagi kisah saya berlatar belasan tahun lalu, sedangkan kini tersedia sarana dan fasilitas yang jauh lebih mudah diperoleh, antara lain melalui media internet.
Meski demikian, ada dua langkah yang menurut saya harus dilakukan oleh tiap keluarga di segala era. Pertama, orang tua memberi contoh suka membaca. Kedua, memberi kesempatan pada anak untuk memilih bahan bacaan yang disukai.
Orang tua memberi contoh
Sudah umum dimengerti bahwa anak kecil lebih banyak belajar dari melihat dan menirukan. Bisa dicermati ketika mereka belajar berjalan, berbicara, cara makan dan banyak kebiasaan sehari-hari lainnya. Oleh karenanya, jika berharap anak gemar membaca, maka orang tua harus mencontohkan. Sulit membuat anak bersemangat membaca, jika jarang melihat orang tua membaca.
Kadang orang tua enggan membaca karena berbagai alasan teknis, seperti kesibukan dan sudah merasa tak perlu banyak membaca lagi. Padahal, kewajiban orang tua mencontohkan kegiatan membaca bersifat mutlak. Dalam kasus seperti ini, mesti dicari jalan keluar yang baik.
Orang tua masih dimungkinkan memberi contoh banyak membaca. Tidak selalu membaca buku yang sama dengan anak. Orang tua bisa terlihat membaca bahan pekerjaannya berupa kertas ataupun laptop dan komputer. Bagus saja jika orang tua membaca buku bacaan yang disukainya. Tentu saha akan lebih baik jika orang tua menyempatkan membaca bacaan si anak.
Dahulu saya sendiri memang suka membaca hampir semua buku yang mereka baca, hingga usia remaja SMP. Saya pun menjadi terbiasa berbincang mengenai bacaan itu. Tetapi tidak demikian dengan abahnya yang lebih sibuk membaca untuk kebutuhannya sendiri, namun anak-anak melihat bahwa dia pun gemar membaca.
Setelah anak-anak makin besar, terutama ketika sudah SMA, saya tak selalu lagi mengikuti bacaan mereka. Apalagi ketika mereka mulai membaca melalui komputer atau laptop, karena sebagian buku telah berupa Ebook.
Memberi kesempatan memilih bahan bacaan dan membincangkannya
Pengalaman keluarga kami antara lain sering mengajak anak-anak ke toko buku atau Pameran Buku. Terutama ketika telah mulai bisa membaca. Mereka dikondisikan untuk melihat, mencari dan memilih sendiri buku yang ingin dia baca. Tentu saja dengan pengawasan orang tua. Sebaiknya orang tua telah menyampaikan terlebih dahulu berapa buku yang boleh dia pilih dan di area mana. Ternyata, sekalipun suatu saat hanya boleh memilih satu buku, mereka tampak senang.
Sesampai di rumah biasanya anak saya langsung membuka dan melihat-lihat isi buku barunya. Saya membiarkan selama beberapa hari sampai anak menyelesaikan bacaannya. Setelah itu baru saya mengajak dia berbincang mengenai isi buku tersebut. Tentu saya pun harus membacanya juga. Dengan berbincang tentang buku yang dia baca, kita jadi tahu seberapa besar daya tangkap membacanya. Juga melatih mereka untuk pandai bercerita.
Saya masih ingat pengalaman memilih dan membeli buku bersama Adli ketika masih TK dan belum bisa membaca. Gurunya mengundang kami mengikuti acara diskusi tentang Parenting, dan ada outlet Bazar Buku. Meski tidak sebanyak pameran buku lazimnya, tetapu tersedia buku yang bagus-bagus dan sesuai usia TK. Adli berkeliling dan melihat-lihat secara cepat, hanya berdasar gambarnya. Jika tidak tertarik pada satu buku, dia segera pindah ke lain buku.
Pada akhirnya, Adli sangat tertarik pada satu rak berisi beberapa buku yang penuh gambar. Ada satu buku berukuran besar tentang berbagai mobil dalam segala jenis, warna dan ukuran. Bahkan, ada mobil yang berbentuk buaya. Judul bukunya “Mobil dan Truk dan Kendaraan lain”, yang ternyata terjemahan dari seorang penulis asing, Richard Scarry.