INDONESIA sebagai komunitas negara memiliki keunikan tersendiri dalam bangunan peradabannya. Bila banyak negara, khususnya di belahan Eropa, membangun peradabannya di atas pondasi sekularisme, di mana agama tidak mendapat tempat sedikitpun, maka lain halnya dengan Indonesia: peradaban Indonesia justru dibangun di atas pondasi agama.
Sejak zaman Hindu-Buddha hingga masuknya Islam di Nusantara peradaban Indonesia sangat bercorak agamais. Prasasti peninggalan kerajaan masa lalu yang kini berhasil ditemukan sangat banyak yang mengandung nilai agama.
Demikian pula bangunan peninggalan kerajaan masa lalu banyak yang bercorak agama. Ini membuktikan bahwa dalam konteks Indonesia agama memiliki perang penting dalam pembentukan peradaban.
Kesadaran ini pula yang menyebabkan para pendiri bangsa bersepakat menjadikan nilai agama sebagai sila paling awal dalam Pancasila. Artinya, para pendiri bangsa menyadari bahwa negara Indonesia modern yang dicita-citakan tidak akan mungkin terwujud dengan menafikan keberadaan agama, khususnya Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.
Akan tetapi kesadaran itu justru tidak menjadi arusutama dalam penyelenggaraan negara di era kekinian. Diakui atau tidak, faktanya sentimen negatif terhadap agama semakin ramai bermunculan. Regulasi yang nyata bertentangan dengan agama justru dengan mudahnya dikeluarkan.
Perpres legalitas miras adalah salah satu contohnya. Walaupun belakangan Perpres ini dicabut lampirannya, belum reda soal Perpres muncul lagi kasus penghilangan frasa agama dalam draft peta jalan pendidikan rumusan Kemendikbud, apa ini terjadi secara tidak sengaja? Rasanya tidak.
Tindakan bullying terhadap tokoh agama juga merajalela. Dengan mudah mereka dicap sebagai intoleran hanya karena menekankan pentingnya agama dalam kehidupan. Yang lebih menyedihkan karena tindakan bullying justru dilakukan oleh kelompok yang juga mengaku beragama.
Ini semakin menandaskan bahwa ada yang keliru dari cara mereka memandang peradaban Indonesia, atau mungkin juga ahistoris sehingga tidak paham bahwa agama merupakan pondasi dasar dalam pembangunan peradaban Indonesia.
Di level elite politik situasinya tidak jauh berbeda. Oknum politisi yang notabenenya berasal dari kelompok terdidik, belum terlihat serius dalam meneguhkan agama sebagai pondasi peradaban.
Sepatutnya peradaban Indonesia perlu ditata kembali, diarahkan kembali pada jalur yang benar. Agama mesti konsisten dijadikan inspirasi dalam memandu gerak peradaban, persepsi curiga terhadap agama mesti diakhiri.
Langkah ini harus dilakukan oleh mereka yang sadar bahwa agama adalah pondasi peradaban Indonesia, penghilangan nilai agama dalam sebuah peradaban memang tidak dilakukan sekaligus, sebab langkah tersebut terlalu frontal dan akan memicu resistensi yang luas.
Tetapi, penghilangan agama dalam sebuah peradaban terjadi secara pelahan, langkah ini justru tidak terasa, makin aneh bila umat beragama secara tak sadar malah mendukung langkah ini. []