BARISAN.CO – Sebuah kelompok tertutup yang beranggotakan pengacara antar-lembaga senior memeriksa pelaporan intelijen dan menegaskan Ayman al-Zawahiri adalah target yang sah berdasarkan kepemimpinannya yang berkelanjutan di Al Qaeda.
Gedung Putih sejak bertahun-tahun berambisi untuk melakukan serangan terhadap pemimpin Al Qaeda Ayman al-Zawahiri. Terbunuhnya Zawahiri pun dianggap sebagai sebuah pencapaian bagi mereka.
“Pada 25 Juli, Biden mengumpulkan anggota kabinet dan penasihat utamanya untuk menerima pengarahan terakhir dan membahas bagaimana pembunuhan Zawahiri akan mempengaruhi hubungan Amerika dengan Taliban, di antara masalah-masalah lain,” kata pejabat intelijen Amerika Serikat mengutip dari kumparan Selasa (2/8/2022).
Setelah meminta pandangan dari para pejabat yang hadir di ruangan itu, Biden mengizinkan serangan udara yang disesuaikan dengan tepat dengan syarat meminimalkan risiko korban sipil.
Serangan akhirnya dilakukan pada pukul 21:48 ET (zona waktu timur) pada 30 Juli oleh sebuah drone tak berawak. Tewasnya pemimpin pengganti Osama bin Laden itu dinilai menjadi pukulan telak bagi kelompok militan di Afghanistan.
Spesifikfasi Drone MQ-9 Reaper
Kuat dugaan drone yang AS gunakan dalam serangan itu adalah MQ-9 Reaper, yang selama ini menjadi andalan AS di Afghanistan dan Pakistan.
Amerika mencatat kemajuan besar dalam pengembangan mesin perang tak berawak. Pada 2005, drone taktis dan pengintai telah terbang lebih dari 100.000 jam untuk mendukung berbagai operasi di bawah Satuan Tugas Liberty di Afghanistan dan Satuan Tugas ODIN di Irak.
Pada Januari 2014, militer AS tercatat mengoperasikan sejumlah besar sistem udara tak berawak (UAV): 7.362 RQ-11 Ravens; 990 AeroVironment Wasp IIIs; 1.137 AeroVironment RQ-20 Pumas; dan 306 RQ-16 T-Hawk sistem UAS kecil dan 246 Predator MQ-1C Grey Eagles; 126 MQ-9 Reaper; 491 RQ-7 Shadows; dan 33 RQ-4 Global Hawk.
Di Afghanistan, AS banyak mengandalkan drone MQ-1 Predator, pesawat jarak jauh tanpa awak yang dibangun oleh General Atomics yang digunakan Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) dan CIA.
Dikembangkan di awal 1990-an untuk pengintaian udara, Predator dilengkapi kamera dan sensor lainnya. Dalam perkembangannya, pesawat dimodifikasi dan ditingkatkan untuk mengangkut dua rudal AGM-114 Hellfire atau amunisi lainnya pada 1995. Drone ini digunakan Amerika di perang Afghanistan, Pakistan, Bosnia, Serbia, Perang Irak, Yaman, Libya 2011, intervensi di Suriah, dan Somalia.
USAF menggambarkan Predator sebagai “MALE UAS Tier II “(ketinggian sedang, sistem pesawat tak berawak tahan lama). Didukung oleh mesin Rotax dan digerakkan oleh baling-baling, drone ini dapat terbang hingga 740 km selama 14 jam, lalu kembali ke pangkalannya.
Jenis Predator lainnya, RQ-1, adalah pesawat terbang yang diujicobakan dari jarak jauh yang digunakan untuk operasi ofensif oleh AU Amerika dan CIA di Afghanistan dan Pakistan dari 2001 . Pada 2018, AU AS menghentikan penggunaan drone Predator dan menggantikannya dengan MQ-9 Reaper.
Seperti pendahulunya, MQ-9 Reaper yang juga disebut Predator B, diproduksi oleh General Atomics. MQ-9 adalah UAV pemburu-pembunuh pertama yang dirancang untuk terbang dalam jangka lama dan di ketinggian.
Reaper memiliki mesin turboprop 950 dengan kekuatan 712 kW, jauh di atas pendahulunya (86 kW). Predator B ini melaju dengan kecepatan 410 km / jam, dapat membawa muatan 340 kg, terbang di ketinggian 15 km dengan daya tahan 30 jam.
Kekuatan yang lebih besar memungkinkan Reaper untuk membawa muatan persenjataan 15 kali lebih banyak dengan kecepatan sekitar tiga kali kecepatan drone MQ-1. [rif]