Dia menjelaskan, membuat produsen menyerap beban kenaikan pajak, tapi di sisi lain konsumen itu tidak mengalami kenaikan harga.
“Mungkin itu yang jadi pertanyaannya, kenapa sih cukai itu tidak efektif mengurangi konsumsi? Banyak faktor di Indonesia,” jelas Vid.
Oleh karena itu, Vid berpesan, agar optimal, maka cukai plus HJE (harga minimum) yang digunakan untuk menurunkan keterjangkauan hingga perokok terdorong mengubah konsumsinya.
“Kalau cukainya naik, tanpa HJE dinaikkan, maka kemungkinan besar masih terjangkau. Kalau dibalik, ga bagus bagi government revenue,” terangnya.
Dia juga mengkritik struktur cukai tembakau di Indonesia paling kompleks dibandingkan negara lain di dunia.
“Terakhir, 2022 jadi 8 tier baru di SKT, tapi saya mendukung kebijakan tersebut karena bagus untuk konsumsi atau revenue,” ungkapnya.
Akan tetapi, Vid menegaskan, ada hal lain yang juga mendesak.
“Yang paling penting bukan masalah cukai dan HJE naik, tapi variasi harga. Kalau misalnya ada variasi harga terlampau tinggi, maka ada kemungkinan orang switch dari yang harga yang mahal ke rendah. Jadi, pusing juga tuh pemerintah berusaha untuk mengurangi konsumsi, ga bisa simply gara-gara variasi terlampau tinggi,” pungkasnya. [rif]