BARISAN.CO – Jenderal (purn) Abdul Haris Nasution memperkenalkan konsep “jalan tengah” yang membuka jalan bagi militer (setelah masa perang kemerdekaan) untuk tetap “hadir” dalam kehidupan sipil atas nama stabilitas nasional.
Kemudian konsep ini dimatangkan pada era Orde Baru oleh Soeharto dengan nama Dwifungsi ABRI. Selama puluhan tahun bos Orde Baru ini membuat kedudukan militer begitu kuat. Tentara diberikan kesempatan yang amat luas untuk menduduki sejumlah jabatan sipil di pemerintahan.
Militer yang memegang senjata dianggap terlalu keras saat mencampuri urusan sipil negara. Sehingga acapkali dianggap dianggap sebagai biang kerok pelanggaran HAM dan menyebabkan banyaknya kerusuhan terjadi.
Dwifungsi ABRI perlahan mulai dihapuskan seiring dengan runtuhnya rezim pemerintahan Orde Baru. Tepatnya pada masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, dengan cara mereformasi TNI.
Kejadian itulah yang memantik Connie Rahakundini Bakrie menjadi pengamat militer. Perempuan yang akrab disapa Connie tersebut mengatakan jika dirinya ingin membangun TNI dengan kekuatan dan postur yang kokoh agar semua negara segan dan menghargai Indonesia.
Connie bergerak menggapai keinginannya, ia menempuh pendidikan formalnya di Birmingham University, dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) Boston. Sedangkan untuk gelar doktor, Connie mengambil pendidikan di FISIP UI. Tak tanggung-tanggung, Connie saat itu melakukan riset disertasinya di Institute for National Security Studies (INSS) Tel Aviv, Israel, yang mana Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara itu.
Selain pendidikan formal, Connie juga menempuh pendidikan informal di sekolah militer Fu Xing Kang War College di Republic of China serta Asia Pacific Centre for Security Studies (APCSS) di Hawaii.
Connie saat ini kerap diundang media massa sebagai pengamat bidang militer dan pertahanan keamanan berkebangsaan Indonesia. Selama menggeluti aktivitasnya itu, Connie menyebut jika ia pernah mendapatkan pernyataan yang kurang mengenakkan dari beberapa pihak.
“Ada tokoh menteri koordinator atau petinggi K/L yang cenderung menganggap dan malah mengatakan akademisi itu tidak paham praktek, bahkan dianggap halu karena tidak berpijak di dunia nyata dan sebagainya. Mungkin banyak dari mereka lupa bahwa semua perubahan dunia berasal dari pikiran dan ilmu pengetahuan,” kata Connie.
Kesetaraan gender sering dibahas oleh berbagai pihak termasuk soal profesi dimana baik perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan dan perlakuan yang adil. Namun, bagi Connie, perempuan tidak perlu afirmasi tindakan dalam berbagai profesi. Ia menegaskan yang diperlukan adalah lebih banyak perempuan untuk bicara tentang kepentingan sosial, politik dan ilmu pengetahuan.
Beberapa waktu lalu, Connie sempat menghebohkan publik dengan pernyataannya terkait mafia alutsista (alat utama sistem persenjataan) berinisial Mr. M. Saat itu, Connie mengatakan pernyataannya itu merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam mengawal anggaran pertahanan negara.
Ketika diminta untuk mengungkapkan lebih detil soal sosok Mr. M, ia menyarankan agar Kemhan dan KPK bekerjasama karena Connie menilai sebagai akademisi intelektual bukan ranahnya untuk mengungkapkan sosok mafia itu.
Dalam wawancara di channel YouTube Deddy Corbuzier, Connie mengungkapkan adanya dugaan suap mafia berinial Mr. M di salah satu angkatan di TNI yang tidak disebutkan spesifik angkatannya memesan drone.
“Ini atas nama industri pertahanan bohong-bohongan ini, pseudo-indhan ini. dipesanlah, presentasinya meyakinkan, 12 biji. tahu-tahu 10 jatuh semua pas diterbangin,” ungkap Connie dalam wawancara yang diunggah minggu lalu.