Nomofobia menjadi salah satu dari sepuluh kata bahasa Inggris yang trending di tahun 2022. Nomofobia adalah bentuk singkatan dari “fobia tanpa ponsel”.
BARISAN.CO – Ponsel telah menjadi bagian kehidupan modern di mana-mana. Ponsel tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk berkomunikasi, tetapi juga berfungsi sebagai alat jejaring sosial, penyelenggara pribadi, alat belanja online, kalender, jam alarm, dan bank seluler.
Meski memberikan manfaat, namun juga memberi efek ketergantungan yang berlebihan pada perangkat digital dapat menjadi salah satu bentuk kecanduan perilaku.
Nomofobia menjadi salah satu dari sepuluh kata bahasa Inggris yang trending di tahun 2022. Nomofobia adalah bentuk singkatan dari “fobia tanpa ponsel”.
Istilah ini pertama kali diciptakan dalam sebuah studi tahun 2008 oleh Kantor Pos Inggris, yang mengontrak lembaga penelitian Inggris, YouGov, untuk mempelajari kecemasan pada pengguna ponsel. Menurut penelitian tersebut, lebih dari 13 juta orang di Inggris mengalami stres ketika ponselnya berada jauh dari jangkauannya.
Ketakutan kehilangan sesuatu mungkin yang menyebabkan begitu banyak orang menyebut, mereka akan menanggapi panggilan atau SMS bahkan jika mereka sedang melakukan sesuatu yang lain. Studi mengungkapkan, orang sering rela menghentikan aktivitas kehidupan untuk menanggapi panggilan. Sebanyak 80% peserta bersedia menjawab panggilan saat menonton televisi, 40% menjawab panggilan sambil makan, dan 18% bersedia menjawab telepon saat berada di tempat tidur dengan orang lain.
Ketakutan tanpa perangkat seluler inilah yang sering dianggap sebagai tanda penggunaan perangkat digital yang bermasalah, yang diyakini beberapa ahli dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan kesejahteraan.
Terlalu sering menggunakan ponsel juga dinilai berpotensi menyebabkan hasil negatif jangka pendek seperti peningkatan gangguan, tetapi juga dapat memiliki konsekuensi jangka panjang seperti memperparah masalah kesehatan mental yang ada atau berkontribusi pada perilaku.
Seberapa Umum Hal Itu Terjadi?
Walaupun, penelitian tentang fenomena tersebut masih terbatas, temuan yang ada menunjukkan, nomofobia cukup umum. Sebuah studi siswa di India menemukan, lebih dari 22% peserta menunjukkan tanda-tanda nomofobia yang parah. Sekitar 60% dari mereka yang mengambil bagian dalam penelitian ini memiliki tanda-tanda sedang dari kondisi tersebut.
Studi Oxford tahun 2020 tentang statistik nomofobia menemukan, rasa takut tidak memiliki ponsel, kini menjadi norma yang berlebihan di kalangan mahasiswa. Studi tersebut menunjukkan bahwa 89% mahasiswa sekarang memiliki nomofobia sedang atau berat. Padahal, di tahun 2012, angka itu hanya 77%.
Namun, tahun 2021, survei pengguna smartphone di Australia menguak fakta mengejutkan. Dari 2.800 pengguna smartphone yang disurvei, 99 persennya menunjukkan nomofobia tingkat tertentu.
Mengutip Sydney Morning Herald, peneliti utama, Fareed Kaviani mengatakan, nomofobia berbeda dengan meninggalkan rumah tanpa dompet atau kunci.
“Rasa takut tidak memiliki ponsel tampaknya merupakan emosi yang tidak berbahaya karena hal itu tampaknya merupakan respons yang rasional ketika ponsel begitu mengakar dalam kehidupan sehari-hari. Tapi, itu juga berarti kita lebih cenderung menggunakannya di waktu tidak harus menggunakannya,” katanya.
Penyebab dan Gejala Nomofobia
Dilansir dari Medical News Today, penyebab pasti nomofobia tidak sepenuhnya dipahami. Ada yang menyebut, berkembangnya komunikasi instan yang disediakan smartphone mengembangkan perilaku adiktif dan kopulsif.
Sementara, yang lainnya percaya, gangguan kecemasan yang ada dapat menyebabkan berkembangnya fobia ini.
Dalam satu artikel tahun 2020, peneliti menerangkan beberapa faktor penyebab, di antaranya adalah pikiran obsesif dan perilaku kompulsif terkait smartphone, sensitivitas interpersonal, dan perasaan inferior. Selain itu juga, akibat ketidaknyamanan sosial dan jumlah jam penggunaan smartphone.