Scroll untuk baca artikel
Blog

Mengenal Malahayati, Laksamana Laut Perempuan yang Dijadikan Nama Jalan oleh Anies Baswedan

Redaksi
×

Mengenal Malahayati, Laksamana Laut Perempuan yang Dijadikan Nama Jalan oleh Anies Baswedan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan nama Jalan Laksamana Malahayati, sebagai pengganti nama Jalan Inspeksi Kalimalang Sisi Sebelah Utara, Jakarta Timur, Selasa (23/11/2021).

Peresmian nama jalan tersebut, kata Anies, adalah sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya dari Pemprov DKI kepada Laksamana Malahayati dan keluarga besarnya, serta masyarakat Aceh.

“Masyarakat Aceh memiliki peran penting dalam sejarah panjang kemerdekaan bangsa Indonesia. Aceh telah melahirkan begitu banyak pahlawan yang dikenal di tingkat nasional mulai dari Teuku Umar, Sultan Iskandar Muda, Teungku Chik di Tiro, Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Teuku Nyak Arif, dan Teuku Muhammad Hasan,” ujar Anies mengutip dari PPID.

Pergantian nama jalan ini tercantum dalam Keputusan Gubernur No 1242 Tahun 2021 tentang Penetapan Nama Jalan Laksamana Malahayati menggantikan Nama Jalan Inspeksi Kalimalang Sisi Sebelah Utara.

Jalan ini merupakan salah satu akses masuk dari Jakarta Timur menuju Kota/Kabupaten Bekasi atau sebaliknya. Saat ini sudah terdapat 5 plang nama Jalan Laksamana Malahayati yang terpasang pada ruas jalan tersebut.

Profil Malahayati

Nama aslinya Keumalahayati meskipun ia lebih dikenal dengan sapaan yang lebih singkat: Malahayati. Perempuan pemberani ini masih termasuk keluarga inti kerajaan. Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, adalah keturunan Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513–1530), pendiri Kesultanan Aceh Darussalam.

Malahayati telah menjadi sosok legenda dalam masyarakat Aceh. Tak hanya di Aceh, perempuan pejuang itu juga dikenal oleh para sejarawan internasional sebagai laksamana laut perempuan pertama di dunia.

Ayah dan kakeknya merupakan laksamana angkatan laut pada waktu. Jiwa kesatria laut diwarisi Laksamana Malahayati dari orang tuanya.

Beruntung, Malahayati diberi kebebasan menentukan pendidikan formal. Dia kemudian memilih akademi angkatan bersenjata milik kesultanan bernama Mahad Baitul Maqdis. Akademi tersebut terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut.

Di situ kemampuan militer Malahayati terasah hingga meraih gelar Laksamana. Di sekolah itulah, ia bertemu dengan Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief yang kemudian menjadi suaminya.

Perjuangan Melawan Belanda

Perjuangan Laksamana Malahayati dimulai saat terjadi perang di perairan Selat Malaka. Meski dimenangkan pasukan Kesultanan Aceh, pertempuran itu turut menewaskan Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief.

Dari sana, Malahayati bertekad meneruskan perjuangan sang suami. Dia meminta Sultan Al Makammil membentuk armada yang beranggotakan para janda.

Laksamana Malahayati pula yang melatih para janda menjadi prajurit Kesultanan Aceh yang tangguh. Bersama pasukannya. Laksamana Malahayti melawan penjajah Belanda dan Portugis tak hanya di Aceh tetapi juga sampai ke Pantai Timur Sumatera.

Armada lautnya yang diberi nama Inong Balle menerapkan strategi perang dengan membangun benteng setinggi 100 meter dari permukaan laut.

Strategi matang inilah yang berhasil membuat Laksamana Malahayati membunuh Cornelis de Houtman pada pertempuran tahun 1599. Cornelis de Houtman tewas di atas kapal perang.

Armada Belanda kalah dan kehilangan banyak orang. Sedangkan mereka yang tersisa ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara, termasuk saudara Cornelis, Frederick de Houtman.

Beberapa tahun selepas pertempuran itu, Laksamana Malahayati wafat dengan meninggalkan nama besar yang bahkan diakui oleh bangsa-bangsa Eropa (Fenita Agustina, ed., 100 Great Women: Suara Perempuan yang Menginspirasi Dunia, 2010:87).

Jenazah Sang Srikandi dari tanah rencong dikebumikan di kaki Bukit Krueng Raya, Lamreh, Aceh Besar. Berabad-abad kemudian, lebih dari 400 tahun berselang, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyematkan gelar Pahlawan Nasional untuk Malahayati pada 6 November 2017.