Scroll untuk baca artikel
Blog

Mengenal Nyadran, Tradisi Jelang Ramadhan yang Ada Sejak Hindu Berkembang di Nusantara

Redaksi
×

Mengenal Nyadran, Tradisi Jelang Ramadhan yang Ada Sejak Hindu Berkembang di Nusantara

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Menjelang Ramadan, ada tradisi-tradisi unik untuk menyambutnya seperti tradisi Nyadran berupa prosesi ziarah kubur. Di sana mereka mendoakan para leluhur, membersihkan makam, menaburkan bunga, dan mengadakan acara kenduri.

Kata “Nyadran” berasa dari Bahasa Sansekerta, “sraddha” yang berarti keyakinan. Nyadran biasanya dilakukan pada hari ke-10 Bulan Rajab atau di awal Bulan Sya’ban.

Tradisi Nyadran sendiri bertujuan memohonkan ampunan para orang tua atau leluhur kita, yang sudah meninggal dunia kepada Allah SWT, sebagai ungkapan rasa berbakti kepada orang tua (birrulwalidain).

Makna yang terkandung dalam persiapan puasa di bulan Ramadan adalah agar orang mendapatkan berkah dan ibadahnya diterima Allah. Lewat ritual nyadran, masyarakat Jawa melakukan penyucian diri.

Asal-usul Nyadran

Tradisi Nyadran sebenarnya sudah ada sejak zaman Hindu-Buddha. Atas pengaruh Wali Songo di abad ke-15, nyadran menjadi ajang pertemuan dan perkumpulan berbagi makanan tradisional atau saling memberi satu sama lain.

Pada waktu itu, para Walisongo berusaha meluruskan kepercayaan masyarakat Jawa waktu itu tentang pemujaan roh yang dalam Islam dinilai musyrik.

Dalam perkembangan selanjutnya, nyadran berkembang menjadi upacara yang dilaksanakan sesaat sebelum bulan Ramadan tiba, atau bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa.

Tradisi Nyadran sebelum bulan Ramadan yang dilakukan di berbagai daerah Jawa memiliki ciri khas masing-masing.

Prosesi Nyadran

Tradisi Nyadran terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan tergantung wilayah dan adat masyarakat setempat. Namun pada umumnya prosesi Nyadran terdiri dari:

Pertama, melakukan Besik, yaitu membersihkan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Pada kegiatan ini masyarakat dan antar keluarga saling bekerja sama gotong-royong untuk membersihkan makam leluhur.

Kedua, Kirab. Yaitu kegiatan arak-arakan peserta Nyadran menuju ke tempat upacara adat dilangsungkan.

Ketiga, Ujub yaitu menyampaikan maksud dari serangkaian upacara adat Nyadran oleh Pemangku Adat.

Keempat, Doa. Biasanya Pemangku Adat akan memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.

Kelima, Kembul Bujono dan Tasyukuran atau makan bersama dan setiap keluarga yang mengikuti sesi ini harus membawa makanan sendiri. Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, perkedel, tempe dan tahu bacem, dan lain sebagainya.

Setelah masyarakat telah berkumpul dan membawa makanannya masing-masing, maka makanan akan diletakkan didepan untuk didoakan oleh pemuka agama setempat untuk mendapatkan berkah dan kemudian tukar menukar makanan yang tadi dibawa oleh masyarakat.

Kembul Bujono menjadi rangkaian untuk mengakhiri acara sekaligus dengan saling bersenda gurau agar juga bisa saling mengakrabkan diri.

Seiring berjalannya waktu, terdapat perkembangan dalam prosesi Nyadran seperti menampilkan pelbagai kesenian khas daerah tersebut sebagai unsur pertunjukan. [rif]