BARISAN.CO – Beban pembayaran utang luar negeri (ULN) berupa pelunasan atau pembayaran cicilan utang pokok dan pembayaran bunga. Analisis risiko ULN biasanya mencermati kemampuan membayar beban itu, yang disebut sebagai rasio beban pembayaran utang atau Debt Service Ratio (DSR).
Ada beberapa cara menghitung DSR. Besaran pembilang pada prinsipnya serupa yakni total nilai beban pembayaran. Besaran penyebut bisa berupa ekspor. Ekspor ditambah penerimaan lain dalam transaksi berjalan, dan lainnya yang serumpun.
DSR membandingkan aliran (arus) dana dengan aliran dalam suatu kurun waktu, seperti: tahunan, triwulanan, dan triwulanan yang disetahunkan. Dan karena bersifat kewajiban kepada pihak asing, yang dipakai adalah terkait dengan devisa.
SULNI Bank Indonesia menyajikan dua macam besaran DSR, yang disebut DSR Tier-1 dan DSR Tier-2. Pengertian pembayaran utang pada Tier-1 meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek.
Sedangkan pada Tier-2 meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang dalam rangka investasi langsung selain dari anak perusahaan di luar negeri, serta pinjaman dan utang dagang kepada non-afiliasi.
Keduanya memakai besaran penyebut berupa penerimaan transaksi berjalan.
Rasio DSR Indonesia Tier-1 secara tahunan pada tahun 2020 sebesar 27,86%. Sedangkan rasio DSR Indonesia Tier-2 sebesar 52,38%.
Sayangnya, SULNI menyajikan DSR berupa angka rasio atau persentase secara langsung, tanpa memberi informasi besaran pembilang dan penyebutnya. Besaran penerimaan transaksi berjalan masih dapat diperiksa ulang dalam dokumen Neraca Pembayaran Indonesia. Namun, tidak tersedia rincian pembayaran beban utangnya.
Pada tahun 2020, laporan Bank Indonesia pada dokumen berbeda melaporkan nilai penerimaan Transaksi Berjalan sebesar US$194,06 miliar. Dengan informasi rasio di atas, maka dapat dihitung nilai pembayaran beban ULN tier-1 sebesar US$54,07 miliar, dan pembayaran beban ULN tier-2 sebesar US$101,65 miliar.
Kedua besaran DSR tersebut masih menunjukkan perkembangan yang relatif stabil selama beberapa tahun terakhir. Akan tetapi jauh lebih tinggi dibanding tahun 2010-2014.
Debt Service Ratio (%)
Sumber data: Bank Indonesia.
DSR berbagai negara dihitung juga oleh Bank Dunia dan disajikan dalam lamannya. Bank Dunia memakai “data mentah” dari bank sentral masing-masing negara, namun melakukan penyesuaian tertentu agar bisa dibandingkan antar negara.
Definisinya pada dasarnya serupa dengan sajian Bank Indonesia. Angka penyebutnya adalah beban pembayaran utang pokok dan bunga, sedangkan angka penyebutnya adalah penerimaan ekspor barang, ekspor jasa dan penerimaan pendapatan primer. Besaran penyebut ini sedikit lebih kecil dari SULNI Bank Indonesia, yang memasukkan pendapatan sekunder atau seluruh penerimaan dalam transaksi Berjalan.
Sebagai ilustrasi dengan data tahun 2019. Besaran penyebut pada DSR versi Bank Dunia sebesar US$ 207,47 miliar. Sedangkan pada DSR Bank Indonesia sebesar US$220,15 miliar. SULNI memang tidak menyajikan angka tersebut, namun dapat dihitung dari definisi yang dipakai dengan data dalam Neraca Pembayaran dari Bank Indonesia.
Publikasi data Bank Dunia terkini baru sampai dengan tahun 2019. DSR Indonesia dalam versi Bank Dunia telah mencapai 39,42% pada tahun 2019. Besaran rasionya berfluktuasi dari tahun ke tahun. Sempat menurun signifikan pada tahun 2017 dan 2018, namun meningkat pesat lagi pada tahun 2019.
Debt Service Ratio (1990-2019)
Sumber data: World Bank, diolah.
Laporan International Debt Statistics (IDS) 2021 serupa dengan laman Bank Dunia dalam hal DSR. DSR Indonesia tercatat sebesar 39% pada tahun 2019. Jauh Lebih tinggi dari rasio seluruh negara berpendapatan rendah dan menengah yang hanya 15%. Beban pembayaran ULN Indonesia terbilang lebih berat dibanding banyak negara lainnya.