Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Mengenal Wakaf Uang, Sejarah dan Fatwa Ulama

Redaksi
×

Mengenal Wakaf Uang, Sejarah dan Fatwa Ulama

Sebarkan artikel ini

Selain al-Zuhri,generasi awal ulama mazhab Hanafi juga telah membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian atas dasar Istishan bi al-‘Urf, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas’ud ra: Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk. Dan, sebagian ulama mazhab al-syafi’i juga ada yang memfatwakan tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham /uang (al-Mawardi:1994).

Berdasarkan pendapat ulama-ulama di atas pula, MUI pada tahun 2002 mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang yang isinya;1) wakaf uang(Cash Wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga, atau badan hokum dalam bentuk uang tunai;2) Teramsuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga; 3) wakaf uang hukumnya jawaz (boleh); 4) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan. secara syariat; 5) Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,dihibahkan, dan atau diwariskan.

Pada dasarnya, yang dimaksud wakaf uang adalah  dalam keadaan apapun uang wakaf tidak boleh berubah, baik itu berubah menjadi bangunan ataupun tanah. Namun , dana wakaf uang dapat diinvestasikan dalam bentuk usaha. Artinya , nazhir tidak boleh memanfaatkan uang wakaf tersebut secara langsung, akan tetapi yang dimanfaatkan adalah hasil dari pengelolaan wakaf uang.

Ataupun kalau boleh terjadi perubahan bentuk wakaf dapat disampaikan melalui wakif dan berdasarkan atas persetujuan bersama nazhir untuk mengalihkan wakaf dari  bentuk uang yang dikembangkan dalam bentuk lain yang sesuai dengan mauquf alaih. Berkisar pada pensejahteraan umat secara umum, dan diutamakan bagi  yang sedang membutuhkan, maka berhak dilayani untuk mengembangkan dana wakaf menjadi semakin berkembang.

Sebenarnya, apa yang telah dilakukan oleh  para  nazhir dalam menghimpun wakaf uang yang kemudian digunakan untuk mendirikan bangunan atau tanah sebagai wakaf tidak salah, jika mereka tidak menggunakan istilah wakaf uang, akan tetapi yang lebih tepat menggunakan istilah wakaf bangunan atau tanah secara kolektif dengan cara penghimpunan uang. Dengan menggunakan istilah wakaf kolektif tersebut nazhir tidak dituntut untuk menjaga pokok uang wakaf.

Dalam prakteknya  misalnya, 20 juta penduduk kelas menengah Indonesia mau mewakafkan hartanya masing-masing sebesar Rp.1.000.000,- Pertahun, maka akan terkumpul dana sebesar Rp. 20 Trilyun. Dan jika 50 juta orang yang berwakaf, akan terkumpul uang sebesar Rp.50 Trilyun. Ataupun wakaf minimal dengan jumlah nominal  Rp 100,- tiap bulan, maka akan terkumpul Rp.1200 tiap tahun.