Ramadahan 2022 akan segera berakhir, tahun lalu masih masa Covid-19 saat ini bergembira semua oleh karena itu saatnya menggali makna hari raya idul fitri
SEBENTAR lagi ramadhan akan pergi, seorang hamba telah sampai pada titik perjalanan dalam menjalankan rangkaian amalan bulan ramdhan. Ibadah puasa merupakan rangkaian kewajiban seorang hamba kepada Tuhanya yang bayak mengajarkan kearifan, bulan berkah tersebut manusia disuruh berbuat tentang kebaikan, keindahan dan kebenaran. Seperti tatanan nilai bahwa manusia merupakan mahluk ideal, namun derajat keimanan yang selalu naik turun.
Sangat ironi sekali jika di bulan yang penuh berkah seorang manusia lupa pada pendidikan yang begitu agung, setidaknya ada tiga hal yakni pertama, menahan lapar, dahaga dan nafsu dimana manusia supaya sadar tentang eksistensi diri dalam artian bahwa manusia memiliki idealitas fisik yang perlu diberi stimulus supaya memiliki kekuatan lebih.
Kedua, tarawih dan tadarus artinya bahwa manusia memiliki sifat keilahiyahan yang menunjukan kedekatan dengan Sang Khalik dan dapat untuk memahami dan membawa bekal atau pedoman hidup berupa kalam suci.
Ketiga, amal shaleh bahwa manusia diikat hubungan timbal bailk antara manusia dan alam lingkunganya untuk selalu bersikap ramah dengan mahluk lainnya.
Sedangkan rangkain pendidikan tersebut akan berjalan seimbang jika dapat menjalankan dengan penuh keihlasan, kesabaran dan rasa syukur. Sebab setelah menjalani puasa ramadhan manusia dihadapkan bentuk ekspresi hari raya idul fitri; pertama, mudik lebaran jadi bukan sekdar ritual tahunan namun bentuk ekspresi yang mengisyarakan hubungan silatuhrahmi atau hubungan kekeluargaan.
Kedua, zakat dan shalat ‘id bahwa hal tersebut merupakan kewajiban seorang hamba untuk lebih santun dan kibaran bendera kemenangan.
Jadi disini pada intinya manusia dihadapkan pada suatu tantangan untuk membangun pribadi dan peradaban.
Setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah, pada bulan yang mulia ini seseorang yang benar-benar menjalankannya dengan penuh keyakinan maka ia akan terlahir kembali sesuai dengan fitrahnya yakni cahaya kesucian pada jiwa dan tubuhnya. Karena pada hari itu Allah memberikan ampunan, rahmat, kasih dan sayangnya.
Maka dapat ditarik pemahaman tantangan tersebut yaitu membangun pribadi bahwa manusia adalah memiliki peran yang tidak dimiliki peran mahluk lainya.
Pembelajaran tersebut manusia dididik dengan berbagai hal seharusnya pribadi itu menjadi pribadi yang khafah. Pribadi seorang yakni menjalankan kewajiban bagi seorang hamba untuk selalu tunduk dan mengkoreksi diri menjadi insan yang berzikikir dan berfikir.
Kualitas menjalankan kewajiban akan memberntuk mentalitas seoranng pemimpin yang memiliki jiwa pemberani, memahami kitab suci dan menghargai mahluk lainnya. Maka pribadi tersebut dapat menuntut hak berupa perayaan kemenangan.
Akan tetapi menjadi sirna jika pendidikan tersebut dilupakan, mereka hanya menjalankan ritual tanpa memahami makna sebenarnya. Sungguh malang nasib pribadi semacam itu, ia tidak akan mendapatkan apa-apa hanya ritual yang menjadikan dirinya menjadi manusia yang penurut, pemalas dan kurang percaya diri.
Namun jika manusia bernar-benar menjalankan kewajiban tersebut sunguh mulyanya dia. Hal ini terkait dengan hukum timbal balik kehidupan yang telah digariskan yakni “menjalankan kewajiban dan menuntut hak”.
Jika ada seorang pekerja ia menjalani kewajibanya sebagai karyawan maka ia akan mendapatkan haknya berupa gaji. Namun jika dia menjalankan tugasnya dengan baik dan professional maka biasa saja ia mendapatkan hak yang lebih dari kenaikan gaji dan bahkan pangkat.
Di sinilah menggali makna hari raya idul fitri dan ukuran kualitas seorang hamba, bagaimana ia telah menjalankan kewajiban ibadahnya, dia melakukanya dengan professional atau hanya sekedar bekerja.