Ia menambahkan, lonjakan harga komoditas juga telah mendorong India melarang ekspor gandum. Perlu diketahui, India merupakan penghasil gandum nomor dua terbesar dunia setelah China dengan kapasitas produksi mencapai 107,5 juta ton.
Larangan ekspor gandum tersebut dinilai akan mengganggu pasokan pangan secara global. Terlebih ekspor gandum dari negara Laut Hitam kini terganggu salah satunya akibat konflik Rusia-Ukraina.
Kebijakan larangan ekspor gandum India diprediksi akan mengerek harga gandum dan produk turunannya di Indonesia. Pasalnya Indonesia sendiri mengimpor gandum dari India setiap tahunnya mencapai 11,7 juta ton. Angka impor tersebut naik 31,6% dibanding pada tahun sebelumnya.
Ketua DPP Partai Gerindra itu berpandangan, dengan melihat kondisi di atas maka transmisi kenaikan inflasi dari negara-negara mitra dagang ke Indonesia tinggal menunggu waktu saja, sehingga prediksi angka inflasi di Indonesia dapat mencapai 5 hingga 6 persen pada 2022 bisa saja terjadi.
Ia pun mengingatkan, ancaman inflasi bisa menjadi tantangan terbesar setelah Covid-19. Angka Inflasi pada April 2022 sudah mencapai 3,47% (yoy). Angka tersebut tidak semata-mata dipengaruhi meningkatnya demand selama bulan Ramadhan 1443 H. Namun juga disebabkan oleh inflasi global, salah satunya akibat konflik Rusia-Ukraina yang perlahan-lahan bertransmisi ke Indonesia.
“Konflik Rusia dan Ukraina telah mendorong harga komoditas di pasar global melonjak, seperti minyak sawit (CPO), Batu Bara, Minyak Mentah, Timah, Tembaga, hingga nikel pada kuartal I-2022,” bebernya.
“Harga CPO tercatat melonjak 18,44% (qtq) dan 52,74% (yoy), harga batubara meningkat 40,24 % (qtq) dan 153,32 % (yoy), minyak mentah 23,43 % (qtq) dan 62,94 % (yoy), timah 11,54 % (qtq) dan 72,28 % (yoy), tembaga 2,91 % (qtq) dan 17,79 % (yoy), serta nikel 35,38% (qtq) dan 51,92% (yoy),” katanya.
Hergun melanjutkan, kenaikan harga komoditas global memang telah memberi manfaat terhadap perdagangan Indonesia. Selama kuartal I-2022, ekspor tumbuh agresif menjadi USD66,14 miliar. Demikian pula dengan impor yang mencapai USD56,82 miliar, sehingga neraca perdagangan tercatat surplus USD9,33 miliar.
Selain itu, kenaikan komoditas global juga telah berkontribusi terhadap pertumbuhan PDB Indonesia. BPS mengumumkan pada kuartal I-2022 perekonomian Indonesia tumbuh 5,01%. Bahkan kinerja ekspor mampu tumbuh siginifikan di saat konsumsi pemerintah mengalami kontraksi.
“Pertumbuhan PDB sebesar 5,01% ditopang dari konsumsi rumah tangga sebesar 2,35%, PMTB/Investasi 1,33%, Net Ekspor 0,82%, dan lainnya 0,51%. Kontribusi Net Eskpor lebih besar dibanding konsumsi pemerintah,” lanjutnya.