Kelemahan yang banyak diberitakan terutama berkaitan dengan rendahnya daya tawar driver ojol dalam kerja sama dengan aplikator. Dalam hal pembagian hasil tiap biaya yang dibayar konsumen, pembagiannya dinilai kurang adil. Persyaratan Kerjasama pun dianggap ditentukan secara sepihak oleh aplikator.
Hanif Dakhiri meyebut driver ojol sebagai wajah baru kelas pekerja Indonesia di era gig economy. Dia menggambarkan sebagai pekerja berjaket aplikator, terhubung ke internet, bekerja di jalanan atau dari rumah, siang malam mengejar insentif dan bintang lima. Mereka disebut mitra, namun dalam kenyataan, sistem yang mereka jalani tak memberi ruang untuk suara, apalagi tawar-menawar.
Akan tetapi, tulisan Hanif kurang menyoroti peran positif dariperkembangan industri ojol selama ini. Cukup banyak lapangan kerkja yang diciptakan, diprakirakan ada sekitar 7 juta driver ojol yang aktif saat ini. Begitu juga kontribusi dalam perkembangan usaha mikro kecil, yang menjadi lebih mudah karena tidak harus selalu memiliki outlet besar dan berbiaya tinggi.
Posisi atau daya tawar driver ojol tampaknya tidak selemah yang digambarkan tulisasn itu, karena pada kenyataannya mereka mendaftar secara sukerela. Bahkan beberapa persyaratan bisa dibaca, dan cerita driver terdahulu pun mudah diketahui.
Kondisi pekerja informal yang secara umum masih buruk di Indonesia tidak serta merta dilimpahkan pada “kesalahan” aplikator. Bahkan, mereka yang telah menjadi buruh atau pekerja tetap pun masih banyak yang menyampaikan keluhannya. Dengan kata, lain persoalan driver ojol mesti dilihat dari sudut pandang yang lebih luas dan menyeluruh.
Dampak Perubahan Status Driver Ojol
Dari berbagai informasi, termasuk survei beberapa lembaga, hanya sekitar 10% yang sepenuhnya hanya menjadi driver ojol. Sebagian besar memiliki pekerjaan ganda atau hanya bersifat tambahan.
Jika diharuskan berstatus pekerja tetap, kemungkinan tak akan lebih dari 15% atau hanya kisaran 1 juta orang. Padahal, layanan saat ini yang diberikan menjangkau lebih dari 100 juta orang. Ditambah jutaan mitra usaha terhubung, yang sebagian cukup besarnya merupakan UMKM.
Dari sisi aplikator bisa dipastikan akan mengurangi secara drastis jumlah drivernya. Kondisi keuangan aplikator sejauh yang dilaporkan belum siap untuk menanggung beban biaya jika driver ojol berstatus pekerja tetap. Jika dipaksakan, maka tarif layanan akan naik sangat signifikan, yang berujung pada berkurangnya penggunaan oleh masyarakat.
Perlu diingat bahwa pendorong awal berkembangnya industri ojol karena inovasi teknologi yang makin memudahkan. Baik transportasi orang maupun barang, terutama makanan dan minuman. Setelah belasan tahun, industri ojol telah mengubah banyak cara hidup banyak orang, terutama di perkotaan.