Kepada siapa lagi sang jelata dan orang-orang marjinal itu mengadu?. Kepada pemimpin sebenarnya, kemana menemukannya?. Masihkah ada tempat berlindung, masihkan ada jalan untuk keselamatan?. Putus asa dan frustasi semakin dalam merasuk.
Tubuh lunglai dan hati yang remuk-redam, hanya bisa menatap masa depan yang suram dan gelap. Seraya menanti kehadiran Tuhan di sisinya, atau kehadirannya di sisi Tuhan.
Kini, orang kecil tak tahu lagi arti hidup merdeka atau dijajah, keduanya terasa sama saja. Hamba saya pemilik negara itu hanya bisa merasakan menjadi manusia yang tak manusiawi. Seraya merasakan mati dalam hidup, mereka juga hanya bisa menjerit dalam diam. []