Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Mobil Listrik Solusi Turunkan Emisi Karbon?

Redaksi
×

Mobil Listrik Solusi Turunkan Emisi Karbon?

Sebarkan artikel ini

Meski bersih saat bergerak, mobil listrik tetap hasilkan CO2 selama manufaktur, produksi, dan di akhir siklus hidupnya.

BARISAN.CODi luar kenyataan bahwa mobil telah jadi sarana transportasi paling populer dan nyaman, mobil memiliki kekurangan amat besar. Orang-orang mulai memprotes penggunaan mobil selama beberapa dekade karena beberapa alasan.

Pada tahun 2022, diperkirakan jumlah mobil di dunia mencapai 1.446 miliar unit. Itu berarti 17,7 persen orang memiliki mobil. Sedangkan di Indonesia, menurut data Korlantas Polri, jumlah pengguna mobil pribadi sebanyak 23.230.797 unit.

Jumlah mobil di jalanan memang semakin berjejal. Ada bising dan polusi keluar darinya. Kendaraan ini dianggap bertanggung jawab atas meningkatnya kematian akibat kecelakaan. Studi terbaru bahkan mengaitkan mobil dengan meningkatnya penyakit jantung dan obesitas.

Bicara soal polusi, tahukah Anda bahwa satu kendaraan pribadi rata-rata mengeluarkan sekitar 4,6 metrik ton karbon dioksida per tahun? Mengutip You Matter World, jumlah itu bahkan tergantung dari bahan bakar kendaraan, penghematan bahan bakar, dan jarak tempuh per tahun.

Sebab, emisi karbon per satu galon bensin adalah 8.887 gram CO2 sedangkan untuk solar sejumlah 10.180 gram CO2 dan setiap satu mil mengemudi, rata-rata kendaraan penumpang mengeluarkan 404 gram CO2.

Kabar baiknya, negara-negara dunia semakin memiliki kesadaran terhadap emisi karbon yang dihasilkan mobil.

Di Indonesia, misalnya, Presiden Joko Widodo belum lama ini meneken Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 yang menginstruksikan semua kendaraan operasional pemerintah beralih ke kendaraan listrik.

Banyak pihak menyambut baik peraturan baru dari presiden ini. Mobil listrik memang umumnya dianggap lebih bersih. Namun, ada juga yang berpendapat lain.

Bagi sebagian orang mobil listrik bukan solusi tepat mengurangi emisi karbon. Alasannya, pertama, proses produksi mobil dimulai dari bahan mentah yang diekstrasi, dimurnikan, diangkut, dan diproduksi menjadi beberapa komponen yang akan dirakit. Proses tersebut sama dengan mobil konvensional.

Namun, pada proses akhir, mobil listrik lebih banyak menghasilkan emisi karbon menurut Union of Concerned Scientist. Kenapa begitu? Karena mobil listrik menyimpan energi dalam baterai besar yang memiliki biaya lingkungan tinggi.

Hal ini terjadi karena baterai terbuat dari unsur tanah jarang seperti litium, nikel, kobalt, atau grafit yang hanya ada di bawah permukaan bumi sehingga bergantung pada aktivitas penambangan yang sangat mencemari dan memakan energi.

Selain itu, meskipun mobil listrik tidak ditenagai dari pembakaran bahan bakar fosil, masih ada CO2 yang dilepaskan ke atmosfer, bukan dari knalpot melainkan pembangkit listrik.

Pada akhir siklus mobil listrik pun masih ditemui sejumlah masalah, seperti baterai yang belum bisa didaur ulang sehingga mahal di ongkos.

Bisa dibilang, mobil listrik bukan kendaraan tanpa emisi. Meski tampak bersih saat bergerak, mobil listrik tetap menghasilkan CO2 selama manufaktur, produksi energi, dan di akhir siklus hidupnya.

Walaupun banyak kekurangan, solusi untuk membuat mobil listrik lebih hijau dan lebih ramah lingkungan serta berkelanjutan terus dikembangkan. Negara seperti Norwegia dan Jerman secara bersamaan meningkatkan upaya untuk energi terbarukan dan menetapkan tenggat waktu guna mengakhiri mobil konvensional di jalanannya.

Sebenarnya ada solusi lain yang lebih environmentally correct dibanding mobil listrik, misalnya bersepeda atau jalan kaki jika melakukan perjalanan pendek. Beralih ke kendaraan umum juga bisa jadi pilihan jika Anda memang serius ingin menurunkan jejak karbon. [dmr]