ISTILAH moderasi sosial belum banyak digunakan oleh para peneliti dan ahli ilmu sosial. Kata moderasi sudah mulai digunakan untuk analisis tentang isu-isu radikalisme dalam beragama, yakni moderasi beragama.
Moderasi beragama dimaksudkan sebagai sebuah proses untuk memperkuat paham beragama yang moderat dan toleran terhadap perbedaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi adalah kata benda yang dimaknai sebagai pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman.
Saya lebih suka dengan istilah kedua, yakni sebagai upaya untuk mengurangi dan atau menghindari ide dan pemikiran yang mengarah pada level ekstrem. Sementara kekerasan merupakan tindakan lebih lanjut dari ide dan pemikiran ekstrem ini.
Mengacu pada KBBI itu, maka moderasi sosial bisa dimaknai sebagai sebuah upaya mengurangi berkembangnya ide dan pemikiran ekstrem di level masyarakat. Pemikiran ekstrem ini bisa berbasis pada pemahaman agama, ideologi politik, maupun pemikiran tertentu yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok sosial dan politik dalam masyarakat.
Moderasi sosial diperlukan sebagai sebuah landasan bernegara dalam kondisi masyarakat kita yang majemuk. Kemajemukan itu sendiri merupakan sebuah keniscayaan sosial yang tidak dapat kita abaikan dan hindari.
Tidak ada sebuah negara manapun di dunia ini yang komposisi masyarakatnya hanya berbasis pada satu ras/etnis saja atau satu agama saja, atau kelompok sosial tertentu saja. Dalam sebuah negara/masyarakat, selalu ditemukan adanya keragaman/kemajemukan berbasis ras, etnis, agama dan kelompok sosial, yang membentuk struktur kelas sosial.
Kelas sosial yang terbentuk ini kemudian memperlihatkan kondisi statis, yakni kelompok sosial mana lebih banyak secara kuantitatif dibandingkan kelompok sosial lainnya. Kelas sosial juga menunjukkan kondisi dinamis, di mana adanya akses dan penguasaan yang berbeda antar kelompok sosial terhadap sumber daya ekonomi dan politik dalam sebuah negara.
Yang penting dilakukan adalah memastikan adanya kesamaan akses dan penguasaan oleh semua kelompok sosial secara inklusif, termasuk kelompok sosial minoritas.
Perbedaan sosial berbasis ras, etnis, agama, dan kelompok sosial cenderung rentan melahirkan disparitas sosial yang akan mengeksklusikan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Apalagi adanya relasi kuasa yang timpang, baik secara sosial, politik dan ekonomi, berpotensi besar lahirnya kesenjangan dalam mengakses berbagai sumber daya dalam masyarakat.
Kondisi ini secara langsung bisa memunculkan konflik-konflik sosial dalam berbagai bentuk, baik terbuka maupun laten.
Potensi konflik sosial ini harus dikelola dan dikurangi, karena jika membesar, tidak mudah ditangani dengan pendekatan apapun.
Potensi konflik sosial ini juga akan memperkuat berkembangnya ide dan pemikiran ekstrem yang sudah ada sebelumnya, baik berbasis ideologi politik, pemikiran keagamaan, maupun pemikiran ekstrem yang berkembang dalam kelompok sosial tertentu.
Memperkuat Moderasi Sosial
Yang menjadi tantangan kita yang hidup dalam kemajemukan ini adalah bagaimana memperkuat moderasi sosial untuk masyarakat inklusif. Masyarakat inklusif sendiri adalah sebuah konsep di mana semua warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama secara politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum, tanpa memandang perbedaan ras, suku, agama, gender dan kelas sosial.
Tentu saja tidak mudah menghadirkan masyarakat inklusif mengingat adanya relasi kuasa dalam masyarakat yang menyebabkan terjadinya penguasaan dan akses yang berbeda antarwarga negara dan kelompok sosial yang powerful dan powerless.