Scroll untuk baca artikel
Blog

Mutiara di Tengah Kubangan Lumpur

Redaksi
×

Mutiara di Tengah Kubangan Lumpur

Sebarkan artikel ini

Dengan langkah kaki marah, Pak Wiro keluar rumah menuju surau.

“Hei, Ahmad! Keluar kau dari surau! Mengganggu orang tidur saja dengan suara corongmu itu! Keluar kau!” Teriak Pak Wiro sambil berkacak pinggang di depan surau.

Orang-orang yang masih berada di surau seketika keluar dengan geramnya menghampiri Pak Wiro. Terutama Pak Sastro, seorang begal yang bertaubat.

“Apa Wiro! Beraninya teriak-teriak di depan tempat ibadah! Apa kamu mau mengganggu orang yang akan salat?!” bentak Pak Sastro sengit.

“Assalamualaikum, Pak Wiro. Ada apakah sehingga Bapak marah-marah pada kami yang akan menunaikan ibadah? Jika Bapak berkenan ikut jama’ah, kami persilakan,” kata Pak Ahmad menengahi dengan sopan.

” Dasar sok alim kamu, Ahmad! Aku ke sini bukan mau salat! Salat kok disuruh-suruh kayak anak kecil saja! Aku ini terganggu oleh suara corong suraumu itu! Apa kamu tidak tahu kalau orang capek kerja ngurus karaoke, heeeh …?! Dulu enak sebelum ada corong, malah sekarang dipasang membuat bising saja!” ujar Pak Wiro marah.

“Beraninya kamu!” ujar Pak Sastro mencincing sarungnya menghampiri Pak Wiro untuk menantang berkelahi.

“Sudah … sudah. Saudara- saudara sekalian mohon bersabar. Pak Wiro, kami di sini sedang beribadah mencari pahala seperti halnya Bapak mencari penghasilan. Maka, apa kami tidak diperbolehkan untuk mencari sesuatu penghidupan seperti halnya Bapak. Meskipun berbeda caranya. Jika Bapak terganggu dengan suara corong surau, maka kami mohon maaf. Dan nanti akan dikecilkan suaranya. Tetapi apakah anda juga tidak merasa mengganggu orang lain yang bisa saja tidak berkenan dengan pengeras suara dari tempat Bapak? Corong surau itu untuk mengundang orang agar mau datang beribadah, seperti halnya pengeras suara karaoke ditempat Bapak. Bukankah begitu, paham?” Pak Ahmad mencoba menasihati secara santun.

“Ya, sudah. Kamu itu malah ceramah di depanku,” kata Pak Wiro jengkel dan berjalan pulang tak menjawab balik pertanyaan Pak Ahmad.

Setelah agak jauh berjalan dari surau itu, Pak Sastro berujar,”Hei, Wiro! Kamu kalau berani mengganggu orang beribadah, aku akan menghadapimu!” kata Pak Sastro sambil mengancam.

“Sabar, Pak Sastro. Kita harus sabar menghadapi hal seperti ini. Kekerasan tidak selalu diselesaikan dengan kekerasan pula, melainkan juga dengan kelembutan. Rasulullah mendakwahkan islam itu dengan cara santun. Jika dengan kekerasan, maka islam tidak akan diterima oleh umat. Terkecuali jika memang umat ditindas oleh orang kafir dan zalim, maka kita pun diperintahkan untuk secara keras menghadapinya. Itu pun dengan pertimbangan sisi manusiawi. Maka kita harus sabar tawakal dalam berdakwah, serta tetap berdoa memohon kemudahan atas jalan-Nya. Mari kita salat, ayo!” ujar Pak Ahmad menasihati.