Scroll untuk baca artikel
Blog

Namaku Dilah, Seorang PRT

Redaksi
×

Namaku Dilah, Seorang PRT

Sebarkan artikel ini

INI adalah cerita tentang seorang Ibu dengan anak enam dan yang paling besar SD kelas 5, baru melahirkan dengan suami terkapar terkena stroke di tempat tidur dan bekerja sebagai pembantu dengan gaji 250 Ribu perbulan. Ini adalah kisah hidupku sendiri.

Ya, ini adalah kisah hidupku. Aku Dilah, nama panjangku Dilah Ratnaningsih. Umurku 27 tahun. Pekerjaanku sebagai Pembantu Rumah Tangga, alias PRT.

Sebagai PRT, sehari hari aku mengerjakan pekerjaan rumah tangga majikan ku seperti mencuci pakaian, menyeterika, memasak, mengepel, menyapu, membersihkan jendela, pintu, langit langit, halaman dan pekerjaan rutin rumah tangga lainya.

Aku mulai bekerja pagi sejak jam 6 dan pulang jam 4 sore. Tentu sebelum berangkat kerja aku pagi sekali sudah bangun jam 4 pagi. Memasak untuk anak anak dan suamiku serta bersih bersih rumah seperlunya.

Di luar itu aku mendapatkan tambahan penghasilan dengan menawarkan jasa mencuci pakaian dengan bayaran sistem ” pocokan” ke tetangga tetangga perumahan majikan ku.

Sistemnya, sekali mencuci dengan tumpukkan cucian segunung dengan bayaran 15 ribu rupiah. Aku mengerjakan dengan membawanya pulang dan kukerjakan malam hari setelah selesaikan pekerjaan rumah.

Di luar penghasilan rutin 250 ribu dari majikan, aku mendapatkan tambahan uang sekitar 300 ribu sebulanya dari ” pocokan”. Kadang ada saja yang baik dengan memberi tambahan bayaran sedikit. Jadi kurang lebih 500 hingga 700 ribu lah pendapatan ku sebulan.

Menjadi PRT itu sesungguhnya sangat berat. Sesungguhnya aku tak menginginkanya sama sekali. Kalau ada pekerjaan yang lebih baik tentu aku akan memilih tidak menjadi PRT. Tapi apa daya ku yang tak punya ijasah sekolahan ini.

Ini kisah rahasiaku, sesungguhnya yang terberat dari pekerjaanku itu bukan pekerjaan pekerjaan yang selalu menumpuk. Aku sangat kuat untuk mengerjakannya.

Tapi yang membuatku seringkali tak kuat adalah perlakuan majikanku. Majikan perempuanku sering memaki makiku dengan seenak enaknya dengan menyebut ku babi, anjing, bangsat jika merasa kecewa dengan pekerjaanku.

Satu hal yang sangat mengenaskan dan selalu menggangu kejiwaanku dan membuatku selalu berat melangkah setiap berangkat kerja adalah : majikan laki lakiku itu sangat sering melakukan tindakan pelecehan seksual terhadapku. Dia sangat sering menggerayangi tubuhku. Kadangkala malahan menciumiku secara paksa bibir dan buah dadaku.

Aku tak punya keterampilan lain kecuali menjadi PRT. Sementara suami ku hanya laki laki lumpuh lalu sekarang terkapar parah di tempat tidur karena terkena stroke di rumah. Aku harus memilih pekerjaanku yang mirip sebagai neraka namun terpaksa harus aku jalani. Hari berganti hari aku jalani demi satu hal : keluargaku.

Sebelum terkena stroke sesungguhnya suami ku juga sudah tidak bisa kemana mana sejak lama. Dia memang mengalami kelumpuhan akibat penyakit saraf sejak awal kami menikah. Entah penyakit apa itu, aku tak pernah tahu jelasnya karena tak pernah kami memeriksakanya ke dokter.

Dia umurnya jauh sekali di atas ku. Dia duda berumur 56 tahun dan aku 14 tahun ketika menikah denganya. Tiga belas tahun silam.

Aku menyayanginya. Aku tak peduli umurnya. Sebab dia lah laki laki pertama yang datang pada orang tuaku dan memohon untuk menikahiku.

Dialah cinta pertamaku. Walaupun dia sering menyiksaku. Membentak, memaki maki dan memukuliku, aku tetap menerimanya. Sebab dia itu kekasihku.

Dialah yang telah membebaskanku dari derita kesulitan ekonomi orang tuaku. Setidaknya meringankan beban orang tuaku dengan membawaku pergi dari rumah. Apa yang kuingat adalah belaian manisnya.