“Memang apa jeleknya sekolah?” sahut Nasya.
“Sekolah itu tidak jelek. Sekolah itu bagus,”
“Terus kenapa ibu tidak mensekolahkan Nasya?”
“Mengapa engkau ulangi lagi pertanyaanmu. Suatu saat nanti kamu akan sekolah, sekolah yang sesungguhnya” Percayalah pada ibu, taklukan keinginan yang ada pada dirimu dan terimalah yang menjadi kebutuhanmu.
Malam kian larut, Nasya dan ibunya melanjutkan aktifitas malam dengan mimpi-mimpi yang indah. Nasya semakin berhamburan dalam memori otaknya, mengeja kalimat disetiap perkataan ibunya.
Pikiranku semakin lelah, untuk menerjemahkan kata-kata bijak. Aku hanya bisa menerjemahkan bangsaku. Terutama ketika mereka memakai seragam yang begitu rapi dengan tas yang indah. Namun aku tidak boleh berkecil hati, meski aku tidak sekolah tapi aku bisa belajar kepada teman-temanku.
“Koran pagi pak. Ada berita baru, pemimpin kota ini tersandung masalah korupsi.”
“Koran-koran”, hirup pikuk lalu lalang mobil dan kendaraan di lampu merah jalananan. Nasya menikmati hidup jalanan, namun beribu-ribu pengetahuan dan informasi ada pada genggam tangannya. Ia seorang remaja putri penjual Koran.
Sehabis menjajakan korannya Nasya pulang dan merawat setiap koran-koran bekasnya. Ia kumpulkan satu-demi satu sesuai dengan bidang masing rubrik. Ternyata ia mengumpulkannya untuk membuat kliping. Ibunya selalu tersenyum ketika melihat putri semata wayangnya, merapikan dan membaca Koran. Dibantu ibunya membuat kliping supaya rapi dan enak untuk dibaca.
Ibunya setiap semingu sekali selalu membelikan buku dan peralatan tulis untuk Nasya. Meski ia tidak bekerja, namun ia mendapatkan pensiun janda dari mendiang suaminya yang dahulu memang seorang guru pegawai pemerintahan. Ayahnya meninggal, namun belum sempat melihat wajah Nasya karena masih didalam kandungan. Ia selalu ingat pesan suaminya untuk anaknya, jadikan anakku orang yang bijak.
Kliping dan buku yang dimiliki Nasya, tidak hanya dikonsumsi untuk pribadi. Nasya sungguh luar biasa, ia mampu mengamalkan suatu ilmu yang dalam yakni ketika kamu memberi maka pemberianmu akan dilipatkan. Hal itu terbukti ketika Nasya meminjamkan buku dan klipingnya, sehingga sekarang Nasya memilik rumah baca.
Pada suatu malam yang bulan tak kunjung datang. Nasya semakin sadar akan maksud dari ibunya. Intinya hanya bagaimana aku menjadi bijaksana dan tentu penuh dengan kearifan. Ia lambaikan tangannya ke langit. Aku tahu bangsa ini dipimpin orang bertitel sekolah, dan wakil rakyatnyapun orang-orang lulusan perguruan tinggi. Namun tingginya mereka hanya sebatas ingin mendapatkan kursi yang enak untuk diduduki.