Scroll untuk baca artikel
Blog

Nujood Ali, Kisah Duka Janda Belia

Redaksi
×

Nujood Ali, Kisah Duka Janda Belia

Sebarkan artikel ini

Dan, malam itu merupakan malam celaka yang mengubah takdir Nujood dari seorang bocah perempuan menjadi seorang istri belia. Setelah malam itu Nujood tak bisa kembali ke dunianya lagi: dunia kanak-kanak yang dipenuhi permainan.

Bahkan, setelah malam itu ia mesti menyesuaikan diri dengan kehidupan baru: ia tidak berhak meninggalkan rumah, tidak berhak mengambil air dari sungai, tidak berhak mengeluh, dan tidak berhak berkata tidak.

Bukan hanya itu, saat malam tiba dia akan mengalami peristiwa yang selalu berulang: kebuasan yang sama, penderitaan yang sama. Pintu yang terbanting, lampu minyak yang terguling di lantai, seprai yang terpilin ke mana-mana, dan suara bentakan.

Di hari ketiga, suaminya mulai memukuli Nujood. Hal itu terjadi karena Nujood selalu berusaha menolaknya, dan mencegahnya agar tidak berbaring di karpet. Awalnya dengan tangan, lalu dengan tongkat. Sangat keras. Berulang kali.

Dan alih-alih membela Nujood, ibu mertuanya malah menghasut anaknya. Setiap kali suaminya mengeluh tentang Nujood kepada ibunya, ia akan berseru dengan suara parau, “Pukul dia lebih keras lagi. Dia harus mendengarkanmu. Toh, dia istrimu.”

Lengkaplah sudah penderitaan Nujood. Kehidupannya sarat dengan ketakutan permanen karena pukulan dan hantaman. Kadang-kadang suaminya tak segan untuk menggunakan tinjunya. Akibatnya, setiap hari muncul memar baru di punggungnya dan luka baru di tangannya.

Kabur? Mustahil, kecuali dia ingin mati karena kehausan. Jarak desa tempat ia tinggal bersama suaminya dengan rumah orangtuanya yang berada di kota Sanaa hampir sehari menggunakan mobil.

Dan, tak ada angkutan umum yang datang ke daerah yang entah tertera di peta atau tidak itu. Jadi, kalau ia mau kabur mesti berjalan kaki melalui gurun pasir dan memakan waktu lebih dari sehari.

Beruntung, suatu hari suaminya lelah mendengar tangisan Nujood. Maka, ia diperbolehkan berkunjung ke rumah orangtuanya di Sanaa.

Namun, sesampainya di sana Nujood kecewa, karena ternyata orangtuanya malah menekankan dirinya bahwa sebagai seorang istri mesti taat kepada setiap perintah suami.

Ketika Nujood menceritakan berbagai kekejaman yang suaminya lakukan, ayahnya menekankan kalimat yang sama. Dan, sebagai sesama perempuan ibunya hanya berkata, “Itulah kehidupan. Setiap perempuan harus mengalami ini. Kita semua menjalani hal yang sama.”

Berani Bercerita

Sampai akhirnya ia mengadukan nasibnya ke Dowla, istri kedua ayahnya. Dowla menasihatinya agar lari ke pengadilan. Dengan bekal uang hasil Dowla mengemis selama sehari di jalanan, ia naik taksi ke pengadilan.

Di sana, ia membuat kaget Hakim Abdo saat mengutarakan maksudnya untuk bercerai. Hakim Abdo terkejut dengan fakta bahwa di usianya itu ia sudah menikah dan mengajukan cerai.

Namun, di pengadilan itu pula Nujood mendapatkan kepastian hukum dan teman: Shada, salah seorang pengacara wanita terbaik di Yaman yang memperjuangkan hak-hak wanita.

Berkat perjuangan Shada, kasus Nujood menjadi perhatian publik nasional dan internasional. Tanpa dia sadari, Nujood menjadi ikon keberanian kaum perempuan saat ini. Karena itu ia diganjar sebagai Women of The Year oleh Glamour, salah satu majalah wanita terbitan New York, yang menyandingkannya dengan Nicole Kidman, dan Senator Hillary Clinton.

Bahkan, Hillary Clinton menyebutnya sebagai salah seorang perempuan terhebat yang dia kenal.

Setelah kasus Nujood mencuat, banyak orang yang mendapatkan inspirasi dari kisahnya. Di antara mereka ada Arwa (9 tahun), Rym (12 tahun), dan seorang gadis berusia delapan tahun di Arab Saudi yang mengajukan perceraian kepada suaminya karena kasus kekerasan.