Lebih dari 24 orang yang meninggal dunia akibat sengatan panas sejak akhir Maret lalu di India. Kini, pekerja miskin di India pun tidak punya pilihan lain selain tetap bekerja di tengah kondisi gelombang panas yang terjadi.
BARISAN.CO – Departemen Metereologi India mencatat, sejak Maret lalu, suhu di India terpanas dalam 120 tahun terakhir. Gelombang panas yang terjadi dengan suhu melebih 42 derajat Celcius terjadi di berbagai kota di seluruh India.
Jumlah populasi di India saat ini sekitar 1,4 miliar jiwa. Dari jumlah itu, berdasarkan data World Poverty Clock, jumlah orang India yang hidup dalam kemiskinan ekstrem sebanyak 83.068.597 jiwa atau 6 persen dari jumlah populasi secara keseluruhan.
Kini, para pekerja miskin di India tidak punya pilihan lain selain berjuang di tengah kondisi gelombang panas yang ekstrem. Mengutip AL Jazeera, sebagian besar pekerja miskin yang umumnya bekerja di luar ruangan, rentang dengan suhu yang sangat panas. Ini juga terjadi pada pekerja konstruksi, Yogendra Tundre yang bekerja di ibu kota India, New Delhi.
“Terlalu panas dan jika kami tidak bekerja, apa yang akan kami makan? Selama beberapa hari, kami bekerja dan kemudian duduk diam selama beberapa hari karena lelah dan kepanasan,” ungkap Yogendra.
Suhu di New Delhi mencapai 45 derajat Celcius tahun ini, sering menyebabkan Yogendra dan istrinya, Lata yang bekerja di lokasi konstruksi sama, jatuh sakit. Pada gilirannya, keduanya kehilangan pendapatan.
“Karena panas, terkadang saya tidak masuk kerja. Saya cuti berkali-kali, jatuh sakit karena dehidrasi dan membutuhkan botol glukosa (cairan infus),” kata Lata menjelaskan.
Perdana Menteri India, Narendra Modi telah meminta pemerintah negara bagian menyusun langkah-langkah untuk mengurangi dampak panas yang ekstrem.
Yogendra dan Lata tinggal ebrsama dua anak mereka yang masih kecil di daerah kumuh dekat lokasi konstruksi. Mereka pindah dari negara bagian Chhattisgarh, India tengah demi mendapatkan pekerjaan dengan upah yang lebih tinggi.
Di lokasi konstruksi, para pekerja memanjat dinding, memasang beton, dan membawa beban berat dengan syal compang-camping untuk melindungi kepala mereka dari sinar matahari.
Peneliti lingkungan perkotaan dari Pusat Sains dan Lingkungan India, Avikal Somvanshi mengatakan, data pemerintah federal menunjukkan, tekanan panas adalah penyebab kematian paling umum setelah petir.
Serangan panas ekstrem yang lebih sering dan intens membahayakan kesehatan manusia dengan meningkatkan penyakit terkait panas, seperti heatstroke yang bisa menyebabkan kematian. Di India, saat ini, telah ada lebih dari 24 orang yang meninggal dunia akibat sengatan panas sejak akhir Maret lalu.
Menurut Avikal, sebagaian besar kematian terjadi pada pria usia 30 hingga 45 tahun. Mereka adalah pekerja miskin di India tidak punya pilihan selain bekerja di bawah terik matahari.
“Tidak ada undang-undang di India yang mencegah aktivitas di luat ruangan ketika suhu melebihi tingkat tertentu, tidak seperti di beberapa negara Timur Tengah,” ujar Avikal.
Di Timur Tengah, larangan kerja tengah hari bagi pekerja luar ruangan diberlakukan selama musim panas. Qatar, salah satu negara Timur Tengah yang telah mengadopsi aturan tentang perlindungan bagi pekerja dari tekanan panas. Pada 26 Mei 2021, sebuah Keputusan Menteri Qatar mengumumkan, jam kerja musim panas yang signifikan untuk melarang pekerjaan di luar ruangan. Di bawah aturan itu, pekerja tidak boleh bekerja di luar ruangan antara pkl 10.00 hingga 15.30 mulai dari 1 Juni hingga 15 September.
Selain itu, semua pekerjaan luar ruangan harus dihentikan apabila suhu melebih 32,1 derajat Celcius. Pengusaha di Qatar juga harus melakukan penilaian tekanan panas secara teratur.
Di Arab Saudi, bagi bisnis yang tidak mematuhi aturan, maka bisnisnya akan ditutup hingga 30 hari. Sedangkan di Uni Emirat Arab, selama larangan kerja, pekerja harus diberikan pemeriksaan kesehatan gratis, kursus pelatihan, dan air serta jus dingin. [rif]