Scroll untuk baca artikel
Blog

Termasuk Pelanggaran HAM Berat: Kerusuhan Mei 1998, Krisis Berujung Rasis Lalu Anarkis (6)

Redaksi
×

Termasuk Pelanggaran HAM Berat: Kerusuhan Mei 1998, Krisis Berujung Rasis Lalu Anarkis (6)

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Presiden Jokowi mewakili Pemerintah menyatakan mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lalu. Berdasarkan laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia, salah satu peristiwa yang masuk kategori pelanggaran HAM berat tersebut adalah kerusuhan Mei 1998.

Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak 1997. Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang dipecat, 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.

Krisis ekonomi itu kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia. Bahkan menjurus ke kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa di sejumlah kota, antara lain Jakarta, Medan, Palembang, Solo, Surabaya serta beberapa kota lainnya.

Koordinator Investigasi dan Pendataan Tim Relawan, Sri Palupi sebagaimana dinukil dari Tempo, pernah menganalisis peristiwa rusuh tersebut dan mendapat kesimpulan bahwa Kerusuhan Mei 1998 disebabkan oleh sentimen anti-Tionghoa yang telah lama berlangsung yang kemudian dimanfaatkan untuk memicu kericuhan akibat krisis moneter.

Saat itu beredar tuduhan bahwa etnis Tionghoa penyebab krisis moneter, provokasi tersebut disebarkan oleh beberapa jenderal yang tidak memiliki hubungan dengan perekonomian. Tuduhan tersebut didasarkan pada informasi palsu bahwa etnis Tionghoa melarikan uang rakyat ke luar negeri dan sengaja menimbun sembako sehingga rakyat Indonesia kelaparan dan sengsara.

Apalagi jika dilihat secara materi, perekonomian etnis Tionghoa yang stabil dan strategis, serta dinilai lebih sukses, hal tersebut semakin memperkuat kebencian masyarakat pribumi terhadap keberadaan etnis Tionghoa tersebut.

Kebencian dan kecurigaan seperti hawa pengap yang mengambang di udara, ketegangan semakin menjadi ditambah dengan beredarnya desas-desus bahwa etnis Tionghoa merupakan bagian dari rezim Soekarno yang menganut paham komunis yang bertentangan dengan paham yang dianut masyarakat mayoritas. Sentimen tersebut semakin memposisikan etnis Tionghoa sebagai dislike minority, yaitu kaum minoritas yang tidak disukai, serta disisihkan.

Amuk massa ini membuat para pemilik toko ketakutan dan memberikan keterangan di depan toko mereka dengan tulisan “Milik pribumi” atau “Pro-reformasi” karena penyerang hanya fokus ke etnis Tionghoa.

Kerusuhan Mei 1998 merupakan peristiwa memilukan bagi etnis Tionghoa di Indonesia, toko-toko dan rumah mereka dijarah, dibakar dan bahkan dihancurkan. Lebih dari itu, pelanggaran HAM berat terhadap wanita Tionghoa juga terjadi, mereka diperkosa, dilecehkan, dianiaya dan dibunuh.

Dilansir dari Kompas.com, angka resmi menunjukkan sebanyak 499 orang tewas dalam peristiwa Kerusuhan Mei 1998. Selain itu, lebih dari 4.000 gedung juga hancur atau terbakar. Kerugian fisik yang ditanggung oleh pemerintah Indonesia sendiri adalah sebesar Rp 2,5 triliun. [rif]