Scroll untuk baca artikel
Blog

Pembayaran Imbal Jasa Atas Investasi Asing Makin Menekan

Redaksi
×

Pembayaran Imbal Jasa Atas Investasi Asing Makin Menekan

Sebarkan artikel ini

Seiring dengan arus masuk modal asing terjadi tiap tahun, maka nilai posisi investasi asing dalam perekonomian nasional makin membesar. Beban pembayaran imbal jasa juga makin bertambah. 

Grafik Pembayaran Pendapatan Investasi Asing

Pembayaran pada tahun 2019 telah mencatat rekor tertinggi, yaitu sebesar US$39,44 miliar. Sedikit turun menjadi US$32,60 miliar pada tahun 2020. Kembali meningkat pada tahun 2021, yang hingga triwulan ketiga mencapai US$26,92 miliar.

Nilai pembayaran imbal jasa dalam investasi langsung sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Rekor tertinggi tercatat pada tahun 2018 sebesar US$22,49 miliar. Sedikit turun menjadi US$21,72 miliar pada tahun 2019 dan US$16,88 miliar pada tahun 2020. Kembali meningkat pada tahun 2021, yang hingga triwulan III telah mencapai US$15,18 miliar.

Dalam investasi portofolio, nilai pembayarannya cenderung meningkat lebih pesat. Rekor tertinggi tercatat tahun 2019 sebesar US$13,97 miliar. Hanya sedikit turun menjadi US$12,82 miliar pada tahun 2020. Tampak meningkat lagi pada tahun 2021, yang hingga triwulan ketiga telah mencapai US$10,31 miliar.

Sedangkan pembayaran imbal jasa investasi lainnya berfluktuasi, dengan nilai yang relatif lebih kecil dibanding kedua jenis terdahulu. Nilainya pada tahun 2019 sebesar US$3,76 miliar. Turun menjadi US$2,90 miliar pada tahun 2020. Tampaknya akan turun lagi pada tahun 2021, yang hingga triwulan ketiga masih sebesar US$1,44 miliar.

Sebagai suatu negara dengan perekonomian terbuka, transaksi berutang dan kerjasama investasi dengan pihak asing merupakan hal yang lazim. Kelaziman terutama dilihat dari pertimbangan atas keuntungan yang akan diperoleh pada tahun-tahun berikutnya.

Secara teoritis, keuntungan dari masuknya modal asing diharapkan terjadi pada kinerja ekspor yang meningkat. Tidak masalah jika nilai pembayaran imbal jasa atas modal asing meningkat. Namun mestinya diimbangi atau dapat diatasi dengan surplus perdagangan barang. Bisa ditambahkan dengan dampak perbaikan neraca jasa-jasa selain pendapatan primer.

Sayangnya, harapan demikian belum terbukti pada kinerja eksternal perekonomian Indonesia. Kondisi Transaksi Berjalan mengalami defisit sejak tahun 2012 atau 9 tahun berturut-turut. Nilai defisitnya cenderung makin besar, mengindikasikan keuntungan dimaksud tadi belum terwujud.

Pandemi yang berdampak buruk pada banyak aspek perekonomian nasional, justru menurunkan defisit transaksi berjalan. Meski nilai ekspor barang sedikit turun, nilai impor turun lebih signifikan. Begitu pula dengan jasa-jasa terkait, yang defisitnya ikut turun.