Sikap diam dan membisunya Presiden ini sangat berbahaya. Stabilitas, bahkan integrasi bangsa jadi taruhannya.
Ekonomi negara sedang sangat berat. Pandemi masih belum jelas kapan berakhir. Kehidupan rakyat secara ekonomi sangat berat. Secara psikis rakyat juga sangat tertekan.
Belum lagi kalau kita bicara residu Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019. Sampai saat ini bukannya menyurut, malah kian mengental. Pembelahan kian terasa.
Jerami kering itu tumpukannya kian tinggi. Sudah menggunung. Hanya butuh sebatang korek api memantiknya. Harus ada kesadaran dari pemerintah untuk membangun jembatan dialog. Bukan malah menggali keterbelahan itu semakin dalam.
Mengapa Presiden tidak membuka diri. Mengulurkan tangan. Tunjukkan welas asihmu kepada anak bangsa, tanpa memandang golongan. Jangan dilihat mereka mendukung atau tidak mendukungmu.
Presiden Jokowi harus ingat, dia adalah Presiden. Seorang kepala negara. Paling bertanggung jawab dan akan diminta pertanggungjawabannya atas semua yang terjadi.
Tolong diingat, para pendukung Jokowi sering mencoba menyamakannya dengan Khalifah Umar Bin Khattab. Seorang sahabat Nabi Muhammad, khalifah kedua yang sangat tegas dan berlaku adil tanpa pandang bulu.
Khalifah Umar sangat tegas dan keras terutama kepada keluarga dan para petinggi negara. Dalam bahasa sekarang sikapnya terhadap pelanggaran dan penyimpangan sekecil apapun. Zero tolerance.
Suatu hari beliau pernah berkata. “Jika ada seekor keledai yang terperosok di negeri Syam. Umar lah yang berdosa dan bertanggung jawab.”
Negeri Syam —sekarang Suriah— sangat jauh dari Madinah. Ribuan kilometer jaraknya. Komunikasi juga tidak bisa dibandingkan dengan masa kini.
Sekarang ada enam orang anak bangsa, tewas di tembak di KM 50. Presiden Jokowi hanya diam saja?
Pak Jokowi, bersikap lah layaknya Umar Bin Khattab seperti digambarkan oleh para pengikut Anda. Tolong setidaknya jangan kecewakan mereka. end