Hujan di Sini Berbeda
lagi-lagi hujan turun, mungkin November pandai merayu awan
mengatakan legam adalah awal terciptanya kehangatan, awal pula tumbuhnya sebuah harapan
rintik yang deras menitik mengikis debu di ruas pagar besi membanjuri kemarau pada pipi
menghentikan langkah-langkah yang mungkin saja telah lelah
merapatkan para pendosa untuk cepat meminta do’a
tapi di tanah Aceh, hujan menyapa jendela yang menganga
memantik wangi rindu pada tubuh seorang ibu
mengingat jantung hatinya yang jauh tak tergapai
sedang menenun hidup dengan sibuk mencari gawai
setelah hujan berhenti menambus debu
wangi tanah kembali terhidang pada hidung yang menua
berharap yang dahulunya kecil akan kembali membawa hasil
Bekasi, 20 September 2020
Setelah Pergi
sepasang mata telah buta
karena tingginya gedung pencakar langit
tak mendapati hijau pada daun-daun pohon
atau menghirup udara segar tempat asal kelahiran
sementara hati kian bergetar
berharap liang masih tersisa di kampung halaman
untuk jasad yang kini nun tak tergambar
Bekasi, 25 November 2020
Rindu Kampung Halaman
dari bilik yang dingin
mulut menerbitkan sumpah serapah
di atas sajadah tempat diri beribadah
disaksikan kasur-kasur tempat diri merebah
bulir-bulir tasbih melimbung di dada langit
tempat Tuhan meniupkan kepulangan dan kepergian
sedang khawatir menandak-nandak dalam tubuh
berharap do’a cepat terkabulkan
Bekasi, 27 Oktober 2020
Ilham Nuryadi Akbar; lahir pada 11 Februari 1995 di Banda Aceh. Menempuh pendidikan dasar, menengah dan kuliah D3 Kesehatan di Kota Langsa, Provinsi Aceh. Kemudian melanjutkan pendidikan S1 di Jakarta Selatan.
Buku pertama yang diterbitkan oleh Alinea Medika Pustaka berjudul Kemarau Di Matamu Hujan Di Mataku, puisi yang ia tulis telah banyak terangkum pada Antologi Puisi dan telah banyak prestasi yang didapatkan mewakili Provinsi Aceh pada lomba PAI (Cerdas Cermat Agama Nasional Tingkat Tsanawiyah) di Jakarta, FLS2N cabang Tilawah di Surabaya.
Diskusi tentang post ini