Sejak tak lagi menjabat sebagai Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto bergerilya dengan pengembangan vaksin Nusantara. Saat mejadi Menkes, pernyataan blundernya menggambarkan Terawan tak percaya sains. Namun, Terawan dikenal cukup kompeten sebagai ilmuwan, maka tak heran jika ia lebih cocok di luar pemerintahan seperti saat ini.
Vaksin Nusantara dinyatakan tak lolos uji klinis sehingga Terawan harus mengentikan penelitiannya. Pemerintah hanya memberikan status penelitian sel dendritik SARS-COV-2 berbasis pelayanan terhadap pasien bukan untuk dikomersialkan dan tidak perlu ijin edar.
Perlu diacungi jempol, Terawan tak menyerah. Rabu (16/6/2021), ia meminta bantuan DPR agar pemerintah dapt meninjau ulang MoU (Memorandum of Understanding antara BPOM, Kemenkes, dan TNI yang terbit pada 19 Maret lalu.
Terawan mengklaim jika hasil uji klinis fase I oleh tim peneliti Universitas Dipenogoro dan RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan imunitas vaksin Nusantara masih awet hingga bulan ketiga pasca penyuntikan.
Selain itu, Terawan menyebut jika untuk mengembangkan vaksin Nusantara, ia hanya menbutuhkan good will dan political will bukan anggaran negara. Menurut Terawan, sel dendritik yang dikembangkan saat ini telah menghabiskan dana sebanyak Rp2 miliar dan berasal dari urunan.
Pemerintah perlu memberikan dukungan terhadap Terawan dalam megembangkan vaksin Nusantara. Terawan memang dikenal dengan cara berpikir out of the box. Ia bahkan sebelum menjadi menteri telah membuat heboh dengan terapi cuci otak untuk pengidap stroke. Sayangnya, itu membuatnya nyaris dipecat oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) karena dianggap melanggar kode etik kedokteran.
Di balik itu semua, pemerintah seharusnya melihat gambaran luas. Di era pemerintahan SBY, Menkes Siti Fadillah berhasil membuat vaksin flu burung. Itu semua karena dukungan pemerintah. Begitu pun yang dialami oleh Terawan saat ini, pemerintah perlu mendukungnya. Jika berhasil, Indonesia bisa berhemat miliaran rupiah untuk impor vaksin, mengembalikan kondisi menjadi normal, dan diakui oleh dunia atas keberhasilannya menemukan vaksin.
Di Amerika Serikat, implikasi kebijakan publik untuk sains baik bagi kepentingan publik maupun pertumbuhan ekonomi dibuat jelas. Pada 1945, laporan The Endless Fontier menghasilkan pengemangan National Science Foundation tahun 1950. Perang Dingin dan Space Race mempecepat langkah pemerintah Amerika mendukung penelitian dan limpahan inovasi bagi sektor swasta menjadi jelas untuk para pembuat kebijakan. Sehingga tak heran jika Amerika kini mampu menjadi negara adikuasa seperti sekarang. Bahkan beberapa mampu menghasilkan vaksin Covid-19 seperti Pfizer dan Moderna yang digunakan di belahan dunia.
Selain itu, sebuah artikel yang diterbitkan Office of The Prime Minister’s Chief Science Advisor menyebutkan inovasi berasal dari dukungan pemerintah terhadap berbagai penelitian dan penemuan. Itu akan menjadi harapan ekonomi akan maju dan berkontribusi pada pengetahuan secara global. Ilmu pengetahuan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan Terawan saat ini hanya memerlukan dukungan pemerintah bukan pendanaan. Sehingga, jika Indonesia ingin maju pesat, pemerintah perlu memercayakan Terawan untuk mengembangkan vaksin Nusantara.