Beberapa ahli menghipotesiskan bahwa sikap apatis bystander itu mungkin muncul dari konflik internal yang dialami seseorang ketika dihadapkan pada keadaan darurat. Akibatnya, mereka berpendapat bahwa apatis bystander tidak selalu menyiratkan kekurangan moral dalam pengamat pasif; sebaliknya, mereka berpendapat bahwa nonintervensi dapat diharapkan ketika situasi di sekitar keadaan darurat mendukung nonintervensi ( Darley & Latané, 1968 ).[1]
Membangun sikap kepedulian bukan sesuatu yang dapat terwujud secara spontan. Ada beberapa kasus mungkin muncul sikap kepedulian terhadap sesuatu bilamana orang-orang yang peduli tersebut mempunyai keterkaitan secara langsung, dan mendapatkan manfaat atau dampak bagus atas kepedulian yang mereka tunjukkan.
Jadi sebenarnya menurut saya, butuh pembiasaan dan penguatan kultur sikap peduli dalam berbagai elemen masyarakat, dalam berbagai institusi yang ada, mulai dari dalam rumah, lingkungan sekitar, bahkan yang teramat penting adalah di lembaga sekolah.
Menuju Warga Negara yang Berpengetahuan, Peduli Lingkungan Sosial
Tantangan yang dihadapi para insan pendidikan saat ini sangat mempengaruhi keberhasilan upaya pendidik terbaik sekalipun untuk menciptakan dan menumbuhkan semangat siswa untuk belajar dan untuk berkontribusi pada masyarakat yang akan mereka bentuk suatu hari nanti. Namun, pendidik harus tetap berkomitmen untuk memenuhi tanggung jawab sosial mereka sekarang lebih dari sebelumnya.
Seperti Apa Seharusnya Tanggung Jawab Sosial dalam Profesi Pengajar? Ini bervariasi dari pendidik ke pendidik, sehingga jawaban atas pertanyaan ini mungkin beragam.
Pendidikan adalah tentang membuka pikiran, menciptakan pengetahuan baru. Ini adalah upaya yang ekspansif. Secara teori, pendidikan seharusnya membekali kita dengan pemahaman dan kapasitas tentang apa artinya menjadi warga negara bangsa ini dan dunia.
Pendiri bangsa kita memahami pentingnya warga negara yang berpendidikan. Bagi saya, saa ini bangsa Indonesia membutuhkan pendidik untuk mendukung pengembangan akademik siswa, karakter, dan pengembangan kewarga negaraan (citizenship).
Guru hari ini menghadapi rintangan yang unik. Dari masalah terkait ras, tantangan sosial-ekonomi, hingga perbedaan latar belakang bahasa dan budaya, semua variabel siswa ini menghadirkan uji coba yang jelas bagi guru dan pendidik di setiap tingkatan.
Oleh karena itu akan muncul pertenyaan berikutnya; “Bagaimana kita bisa berhasil mengajar dan menjangkau semua siswa, dari semua latar belakang, sambil memupuk keinginan untuk meningkatkan tanggung jawab dan kesadaran sosial di dalam diri mereka?” [Luk]