Sebenarnya upaya menanggulangi kemacetan sudah dilakukan oleh Pemprov DKI dari masa ke masa, seperti menerapkan ganjil genap sebagai pengganti kebijakan 3 in 1 yang dianggap tidak efektif, kemudian menambah moda transportasi publik dengan membangun MRT, menambah armada TransJakarta, serta membangun jalan layang. Namun, semua upaya belum bisa hasil mengurai kemacetan di Jakarta.
Ironi Masyarakat Jakarta
Salah satu tujuan diterapkannya ERP untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi sehingga angka kemacetan bisa menurun. Berdasarkan materi draft raperda yang disusun Dishub DKI Jakarta ada beberapa katagori jenis kendaraan yang tidak dikenai ERP, yaitu: 1. Sepeda listrik; 2. Kendaraan bermotor umum plat kuning; 3. Kendaraan dinas operasional instansi pemerintah dan; 4. TNI Polri kecuali/selain berplat hitam; 5. Kendaraan korps diplomatik negara asing; 6. Kendaraan ambulans; 7. Kendaraan jenazah; 8. Kendaraan pemadam kebakaran.
Melihat katagori jenis kendaraan yang tidak kena ERP, ada potensi regulasi ini juga akan mengena kepada pengguna transportasi online seperti taksi, dan ojek online sehingga akan berdampak berkurangnya pendapatan mereka setiap hari. Padahal diketahui mayoritas pengguna transportasi online adalah masyarakat kelas menengah ke bawah.
Dengan penerapan ERP, Pemprov DKI secara sadar telah menambah beban derita bagi masyarakat Jakarta. Setelah dua tahun lebih berjuang melawan pandemi covid-19, tidak sedikit dari mereka yang kehilangan pekerjaan, ataupun terpuruk ekonominya.
Fase pandemi telah usai. Sektor ekonomi mulai menggeliat seiring dihentikannya penerapan PPKM, masyarakat mulai bangkit kembali, namun kini mereka akan mendapatkan beban derita baru adanya penerapan jalan berbayar. Padahal mereka setiap tahun telah membayar pajak penghasilan maupun pajak kendaraan bermotor yang feedback nya belum tentu dinikmati oleh masyarakat.
Sungguh ini ironi bagi masyarakat Jakarta, yang seharusnya mereka menjadi tuan ditanah sendiri sebaliknya menjadi ladang eksploitasi dari sebuah kebijakan yang dibungkus dengan aturan legal formal.
Seharusnya Pemprov DKI perlu mencari solusi alternatif lain diluar memajaki masyarakat melalui ERP, Seperti penerapan ganjil genap (gage) dipertahankan dengan mengatur waktunya lebih panjang dari sebelumnya diberlakukan jam 06.00-10.00 dan 16.00-20.00 menjadi jam 06.00-21.00. Cara ini pernah diterapkan pada saat perhelatan Asian Games 2018.
Menurut Darmaningtyas Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) penerapan gage dengan durasi yang panjang lebih efektif menurunkan kemacetan hingga 17 persen. (Kompas.com, 12/7/19) Penerapan gage juga bisa menekan masyarakat untuk beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi publik yang tersedia seperti MRT, KRL, Transjakarta, angkutan umum, Transportasi online dan ojek online.