Bahkan tingkat pekerja paruh waktu naik menjadi 23,57 persen, dengan mayoritas didominasi perempuan. Ini menunjukkan adanya ketimpangan gender dalam dunia kerja serta rendahnya akses perempuan terhadap pekerjaan penuh waktu dan layak.
Secara keseluruhan, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Tengah tidak dapat dinilai hanya dari angka pengangguran yang turun.
Kenyataannya, mayoritas pekerja berada dalam kondisi kerja yang tidak ideal, tanpa jaminan sosial, upah layak, atau stabilitas kerja jangka panjang.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu menyadari bahwa tantangan utama saat ini bukan hanya soal menyerap tenaga kerja, tetapi menciptakan pekerjaan yang bermartabat, aman, dan memberikan prospek kehidupan yang lebih baik.
Tanpa reformasi struktural yang menyentuh dunia pendidikan, industri, dan perlindungan sosial, maka penurunan angka pengangguran hanya akan menjadi fatamorgana yang menutupi realitas buram dunia kerja di tingkat akar rumput. []