Dengan demikian, selama kurun 2015-2022, beberapa BUMN menerima PMN beberapa kali dengan total nilai yang besar. Diantaranya adalah: Hutama Karya (Rp76,2 triliun), PLN (Rp43,6 triliun), Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Rp33,1 triliun), Sarana Multi Infrastruktur (Rp26,6 triliun), KAI (Rp14,5 triliun), Waskita Karya (Rp14,4 triliun), dan Sarana Multigriya Finansial (Rp9,9 triliun).
PMN kepada Hutama Karya sebesar Rp76,2 triliun telah dan akan diberikan dalam 6 tahun anggaran. Penugasannya terkait dengan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Selain Hutama Karya, BUMN lain yang memperoleh PMN terkait langsung dengan pembangunan jalan tol adalah Waskita Karya dan Adhi Karya. PMN kepada Sarana Multi Infrastruktur dan Penjaminan Infrastruktur Indonesia juga memiliki keterkaitan dengan proyek jalan tol.
Penugasan kepada PLN antara lain terkait dengan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Yang terkini berupa transmisi, gardu induk, dan distribusi listrik desa. Penugasan kepada Bahana Pembinaan Usaha Indonesia terutama terkait dengan dukungan pembiayaan bagi UMKM. Penugasan kepada Sarana Multigriya Finansial terkait dengan dukungan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam hal KAI, penugasan belakangan ini terkait dengan proyek kereta cepat Jakarta Bandung (KCJB). Beredar kabar, KAI akan didorong menjadi pimpinan konsorsium proyek, menggantikan Wijaya Karya. KAI pun direncanakan menerima PMN pada APBN 2021 sebesar Rp6,9 triliun.
Cakupan penugasan kepada BUMN dimungkinkan meluas setelah ditetapkannya UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja. Ada pasal yang mengatur mengenai BUMN terkait dengan kewajiban pelayanan umum berupa penugasan untuk melaksanakan kemanfaatan umum.
Bagaimanapun, penugasan yang didukung oleh PMN mestinya tetap menimbang kondisi BUMN yang bersangkutan. Antara lain, apakah diikuti oleh membaik atau tidak memburuknya kinerja keuangan. Dan yang lebih penting, apakah tujuan penugasan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Harus diakui sebagian soalannya bukan dari kondisi BUMN bersangkutan, melainkan dalam perencanaan proyek strategis nasional.
Padahal perlu diingat bahwa undang-undang menegaskan bahwa kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Bahkan, dilihat dari banyaknya aturan setingkat Undang-Undang yang harus ditaati, maka BUMN justeru lebih banyak dibanding korporasi non BUMN.
BUMN harus tunduk kepada banyak undang-undang (UU). Diantaranya adalah: UU Perseroan Terbatas, UU Pasar Modal, UU terkait sektoral yang dikelola, UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU terkait Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan UU Tipikor.
Dengan demikian, soalan pengelolaan buruk dari beberapa BUMN yang mengemuka belakangan ini kemungkinan besar memang menyalahi beberapa aturan mainnya. Perlu pula dicermati dan diuji berbagai aturan di bawah undang-undang yang berpotensi disalahgunakan.
Catatan lain adalah keterbukaan informasi kepada publik yang terasa masih sangat rendah. Laporan Keuangan BUMN umumnya tidak dimutakhirkan pada laman resmi. Proyek strategis nasional yang menjadi penugasannya pun tidak disajikan kondisi keuangan dan capaiannya secara memadai.
Kondisi keuangan keseluruhan BUMN secara konsolidasi juga selalu terlambat dimutakhirkan pada laman kementerian BUMN. Untuk data total aset, total kewajiban dan total ekuitas saja hanya disajikan beberapa tahun hingga tahun 2019. Sajian data keuangan secara umum pada masa lalu biasanya tersedia untuk rincian seluruh BUMN.