Rezim Jokowi memang sukses membangun narasi palsu nasionalisme melalui dangdutan ini. Rakyat jadi terlena. Rakyat jadi lupa untuk sesaat terhadap kesulitan hidup yang selama ini menghimpitnya. Seolah rezim ingin mengatakan “inilah nasionalisme”. Cara pembiusan ini juga yang digunakan oleh Jokowi untuk menyihir rakyat dengan “goyang gemoynya” pada pemilu 2024 yang lalu. Semboyan “jogetin aja gaes” mampu juga menyihir rakyat untuk melupakan penindasan yang selama ini dilakukan. Hasilnya, Paslon Prabowo Gibran yang diendors Jokowi, dengan segala rekayasa kecurangan, menang telak atas dua paslon lain.
Atas kenyataan ini rasanya perlu kita melakukan counter narasi. Caranya dengan menggunakan heurmenetika ala Habermas. Langkah konkritnya kalangan terdidik yang tercerahkan sepantasnya tidak ikut-ikutan larut dalam pesta pora kampungan. Pada saat yang bersamaan perlu mencounter narasi ya palsu pemerintah melalui spanduk-spanduk. Saya terkesan dengan spanduk yang berbunyi : INDONESIA NOT FOR SALE. Kalimat seperti ini bisa membangkitkan kesadaran kita akan adanya bahaya yang mengancam kedaulatan negara ini. Semakin banyak spanduk-spanduk seperti ini akan membuka mata kita semua.
Wallahu a’lam bis shawab