Barisan.co – Setiap orang berharap memiliki kepercayaan diri. Pada umumnya pandangan percaya diri meyakini kemampuan atas apa yang ada pada dirinya. Seperti seorang yang berprofesi menjadi guru, ia sudah biasa berhadapan dengan siswa maupun orang tua wali. Pandangan ini dianggap seseorang yang memiliki rasa percaya diri karena berani tampil di hadapan banyak orang.
Akan tetapi jika guru tersebut diminta untuk mencoba kemampuan lain seperti menulis maupun berbisnis merasa dirinya tidak mampu. Begitu beragam profesi lainnya, ketika sesuai bidangnya dianggap ia telah memiliki kepercayaan diri.
Sementara itu keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan lain yang dapat mengembangkan potensi dalam dirinya selalui dihantui dengan perasaan ketakutan, minder, dan perasaan malu.
Lantas apakah percaya diri itu? Menurut Barbara De Anggelis dalam bukunya Confidence, Percaya diri, Sumber Sukses dan Kemandirian menyatakan bahwa, kepercayaan diri adalah sesesuatu yang harus mampu menyalurkan segala yang kita ketahui dan segala yang kita kerjakan.
Sementara itu pandangan Islam tentang percaya diri sama dengan pandangan Islam tentang diri manusia yang sangat unik dan istimewa. Ada beberapa konsep Islam tentang percaya diri yakni:
1. Kedirian (ma’rifatunnafsi)
Tentang kedirian manusia, bagaimana melihat diri sendiri sebagai pribadi. Meningkatkan rasa percaya diri manusia, tugas esensial yang harus dilakukan adalah mengenal diri sendiri. Bagaimana kondisi dirinya, bentuk fisik, sifat, hobi, kekuatan akal, dan kedudukannya.
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, (20) dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS, Adz-Dzariyat, 51: Ayat 20 dan 21)
Perbedaan dalam diri manusia tersebut sangat penting kiranya manusia untuk memiliki konsep diri yang jelas baik itu berkaitan dengan fisik, kejiwaan dan kadar intelektual yang dimilikinya. Dengan mengetahui konsep diri yang jelas setiap individu akan mengetahui secara terfokus dan mengoptimalkan potensi dirinya.
2. Berpikir Positif (husnu dzhon)
Menurut Akrim Ridha dalam bukunya Pribadi Sukses dan Ppanduan Melejitkan Potensi diri berpandangan bahwa berpikir positif merupakan proses berpikir yang didasarkan kepada kajian terhadap faktor-faktor penyebab dan menetapkan alternatif yang mungkin berdasarkan pelbagai kemungkinan dengan meletakkan banyak pengganti.
Berpikir positif berarti selalu memikirkan dan mengambil nilai-nilai positif dari berbagai situasi atau kondisi untuk kemudian mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali imran Ayat139)
“Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yunus Ayat 65)
3. Keyakinan dan Tindakan (iman dan amal)
Jika iman dan amal bergabung dengan ketakwaan pengetahuan pun akan diperoleh. Pengetahuan yang mengantar manusia dekat kepada Allah bukan hanya pengetahuan teoritis. Kebahagiaan dicapai hanya manakala pengetahuan dan amal berpadu.
Dale Carnegie dalam bukunya berjudul Kunci Sukses Meraih Kewibawaan dan Kekuasaan, mengungkapkan bahwa orang harus aktif, alam menghukum orang yang tidak aktif. Orang yang malas dan tidak berbuat apa-apa, menimbulkan masalah-masalah bagi dirinya sendiri.
Perhatikanlah kesukaran-kesukaran dari orang-orang cukup kaya sehingga tak memerlukan bekerja lagi. Temuilah orang yang tidak berbuat apa-apa, pasti dia itu orang yang celaka tidak bahagia. Kamar-kamar tunggu dokter urat syaraf dipenuhi oleh orang-orang yang karena tidak bekerja menciptakan kesulitan-kesulitan dan kesukaran-kesukaran bagi dirinya sendiri yang membuat mereka sakit dan putus asa.
“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Maidah ayat 69)
4. Berserah Diri (Tawakal)
Menurut Yusuf Qardhawi, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Orang yang tawakal akan merasakan ketenangan dan ketentraman. Ia senantiasa merasa mantap dan optimis dalam bertindak. Di samping itu juga akan mendapatkan kekuatan spiritual, serta keperkasaan luar biasa, yang dapat mengalahkan segala kekuatan yang material.
Perumpamaan tentang orang yang tawakal digambarkan oleh Buya Hamka bahwa bukanlah orang yang tawakal itu orang yang tidur dibawah pohon yang lebat buahnya seumpama buah durian. Karena kalau buah itu jatuh digoyang angin, dan orang yang tidur tersebut ditimpanya, itu adalah kesia-sian belaka.
Contoh lainnya menurutnya adalah kalau bahaya datang dari sesama manusia, maka sekiranya ada jalan sabar, atau jalan yang mengelakkan diri atau menangkis, pilihlah dulu yang pertama, yaitu sabar. Kalau tidak dapat lagi pilihlah yang kedua yaitu mengelakkan diri. Kalau tidak dapat pula barulah menangkis. Kalau hanya tinggal jalan semata-mata menangkis, tidak juga ditangkis tidak lah bernama tawakal lagi tetapi sia-sia.
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah Ayat 40)
5. Bersyukur
Membangun percaya diri perlu adanya rasa syukur untuk menimbulkan sikap positif dan perasaan menerima apa yang telah didapatkan dari tindakan yang dikerjakan kepada Allah Swt atas segala limpahan nikmat yang ia berikan.
Orang yang tidak bersyukur kepada Tuhan, ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu,” (QS.Ibrahim Ayat 7)
6. Evaluasi Diri (Muhasabah)
Orang yang percaya kepada dirinya sendiri, tidak merasa hina apa yang dikerjakannya, bahkan dia ingin supaya memperoleh kemajuan dalam pekerjaannya itu.
Evaluasi Diri adalah salah satu ajaran yang dianjurkan Islam kepada umatnya dalam setiap hari untuk selalu mengevaluasi diri agar hari esok lebih baik dari hari ini.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS Al-Hasyr Ayat 18)
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal dalam karya mereka SQ (Spiritual Question). Banyak di antara manusia yang tidak pernah merenung. Mereka hanya hidup dari hari ke hari, dari aktifitas ke aktifitas, dan seterusnya. Melalui muhasabah seseorang akan dapat lebih memahami kondisi dirinya.
Diskusi tentang post ini