BARISAN.CO – Bangsa kita adalah bangsa yang cerdas, banyak berdiri perpustakaan baik di sekolah, kampus maupun di masyarakat. Masyarakat sudah mulai membangun ruang-ruang publik, seperti rumah pintar maupun taman baca masyarakat. Bahkan anehnya ada cap perpustakaan liar, barangkali terkait izin, legalitas atau intimidasi.
Perpustakaan menjadi aset bangsa untuk menanamkan kegemaran membaca. Selain menanamkan kegemaran membaca, perlu ada gerakan sadar membaca. Sebab tingkat literasi orang Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara tetangga.
Mari kita berselancar ke perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa di Blora yang dikenal dengan sebutan Pataba. Didirikan oleh Soesilo Toer untuk keluarga besar Toer terutama untuk mengenang Pramoedya Ananta Toer.
Adik Pram menyampaikan perpustakaan nirlaba ini dibangun atas kegigihannya dalam upaya memberikan ruang baca bagi siapa saja untuk semua bangsa. Beragam kegiatan telah dilaksanakan terutama saat haul atau kelahiran adiknya Pramoedya Ananta Toer.
Perpustakaan Pataba menjadi aset besar bagi kabupaten Blora, yang melahirkan sosok tokoh kelas internasional. Soesilo Toer lulusan doktor Rusia ini tidak diakui gelarnya. Meski lulusan doktor, ia tidak malu menjadi pemulung untuk menjalani hidupnya.
“Perpustakaan Pataba dapat gelar Perpustakaan Liar. Begitu juga dengan Pak Sus, memiliki gelar akademik tapi terasingkan di negeri sendiri,” kata Santri Cilik.
“Bangsa kita lebih suka dengan legalitas, dari pada kualitas. Bangsa kita lebih mengutamakan gelar, dari pada orang pintar,” tutur Kiai Cungkring sambil menikmati segelas air putih.