Menurut data BPS, neraca perdagangan kuartal II-2022 surplus USD15,50 miliar atau Rp230,85 triliun yang meningkat 148,01% (yoy) dan 67,85 (qtq). Hal tersebut didorong oleh ekonomi mitra dagang yang masih tumbuh, meskipun melambat, dan juga keuntungan dari kenaikan harga komoditas.
Wakil Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR-RI itu juga membeberkan, pada kuartal II-2022 DPR menyetujui usulan pemerintah terkait revisi postur APBN 2022.
“Pendapatan bertambah Rp420,1 triliun, yakni dari Rp1.846,1 triliun menjadi sebesar Rp2.266,2 triliun. Lalu, belanja bertambah Rp392,3 triliun, yakni dari Rp2.714,2 triliun menjadi Rp3.106,4 triliun,” tegasnya.
“Perubahan postur APBN tersebut dalam rangka memperkuat subsidi energi, menjaga daya beli masyarakat, dan menyelamatkan ekonomi,” tambahnya.
Ketua DPP Partai Gerindra itu mengingatkan, capaian pertumbuhan ekonomi kuartal II-2022 sebesar 5,44% berpotensi mempersulit terpenuhinya target pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2%.
“Pasalnya, pada kuartal III dan IV 2022 ekonomi diprediksi makin sulit. Presiden Jokowi menegaskan hal tersebut dengan mengutip pernyataan Sekjen PBB dan IMF bahwa 66 negara ekonominya akan ambruk,” katanya.
Ia menegaskan, beberapa negara maju dilaporkan mengalami resesi, serta China sebagai mitra dagang terbesar mengalami pelambatan ekonomi.
“Target pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2% masih mungkin tercapai jika pada sisa 2022 mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi stabil di atas 5%. Mengingat pada kuartal I mampu tumbuh 5,01% dan kuartal II 5,44%,” tegasnya.
Namun, ia kembali mengingatkan bahwa tren penurunan harga energi dan komoditas global perlu diantisipasi. Harga minyak dunia sudah berada di bawah USD100 dolar AS per barel. Lalu, harga CPO juga mengalami penurunan.
“Beberapa kuartal belakangan ini Indonesia mendapatkan windfall atau “durian runtuh” dari kenaikan harga energi dan komoditas. Jika harga tersebut mengalami penurunan, maka perlu solusi dari sektor lainnya sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Ketua Poksi Fraksi Partai Gerindra di Badan Legislasi DPR-RI itu lalu membandingkan dengan beberapa negara di kawasan ASEAN dan dalam kelompok G20 yang mampu tumbuh lebih tinggi dari Indonesia.
“Kita juga tidak boleh tutup mata bahwa ada beberapa negara yang ekonominya mampu tumbuh lebih tinggi. Jadi, tidak semua menurun. Ini juga perlu disampaikan secara proporsional. Jangan negara-negara yang ekonominya menurun saja yang selalu diekspos sebagai perbandingan,” katanya.
Ia membeberkan, dalam kawasan ASEAN, Vietnam mampu tumbuh 7,72%. Negara lainnya yang diprediksi masih bisa tumbuh tinggi yakni Filipina, dimana pada kuartal I-2022 mampu tumbuh 8,3%,” lanjutnya.