Scroll untuk baca artikel
Blog

Pesan Isra’ Mi’raj ditengah Pandemi

Redaksi
×

Pesan Isra’ Mi’raj ditengah Pandemi

Sebarkan artikel ini

dr Sutomo juga mengenalkan kiprah Muhammadiyah mendirikan sekolah dan gerakan kepanduan Hizbul Wathan yang berkiprah menjadi relawan di banyak tempat. Respon para kader-kader yang tercerahkan inilah yang pada 1938 melahirkan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO).

Kemudian tumbuh menjadi jaringan rumah sakit Muhammadiyah yang demikian banyak dan demikian besar memberikan manfaat kepada umat kepada masyarakat.

Ternyata situasi pandemi seabad silam itu justru sedikit atau banyak telah menggerakkan umat untuk mendirikan Muhammadiyah. Begitu juga Nahdlatul Ulama (NU) yang kini telah kokoh menjadi infrastruktur sosial negeri ini. Situasi ini juga memantik berdirinya organisasi-organisasi kebangsaan seperti Budi Utomo.

Momentum Isra’ Mi’raj

Maka momentum  Isra’ Mi’raj yang kita peringati ditengah pandemi covid-19 yang telah berjalan satu tahun ini marilah kita “baca pesan”. Kecintaan Hamba Terkasih Rasulullah Saw kepada kita para umatnya. Sampainya beliau di Sidratul Muntaha yang merupakan tempat yang tertinggi bagi seorang hamba, tidak menyebabkan beliau tetap tinggal ditempat tertinggi

Tetapi kembali ke bumi ini untuk menegakkan tugas kerisalahan. Membebaskan manusia dari pengekangan, penjajahan, perbudakan, memberi kecukupan makan bagi fakir, miskin, anak-anak yatim, mengabarkan pesan kesabaran dan kasih sayang. Pendeknya beliau menempuh jalan yang mendaki lagi sukar untuk menolong umatnya.

Pesan isra’ Mi’raj ini terasa menguat pada situasi seperti ini. Jika seabad silam respons para pendiri bangsa demikian fundamental?

Kini panggilan itu sampai kepada kita, setidaknya mampukah kita membangun infrastruktur taawun (saling tolong menolong) dan infrastruktur takaful (saling menjamin) yang lebih berkesesuaian dengan era digital?

Untuk infrastruktur taawun, insyaAllah model crowd funding yang ada telah mulai dirintis. Akan tetapi infrastruktur takaful dimana orang-orang fakir miskin yang sudah tidak produktif seperti lansia, difabel (baik yang difabel fisik maupun difabel mental seperti ODGJ) yang pada banyak kasus justru hidup pada keluarga yang miskin pula.

Artinya orang miskin yang tidak produktif harusnya menjadi wajib kifayah bagi orang orang mampu disekitar tempat tinggal mereka. Karena ketiadaan infrastruktur yang terpercaya justru menjadi beban tanggungan orang miskin pula.

Beberapa inisiatif seperti dilakukan oleh Baznas – Bazis DKI Jakarta yang membuat program “Bagi-I-Piring” yang dua tahun ini telah memberikan makan satu hari sekali kepada lansia dan difabel. Dilakukan melalui kerjasama dengan warung-warung disekitar tempat tinggal mereka dan dimonitor melalui aplikasi. Sehingga secara real-time dapat dipastikan akuntabilitas dari program ini.