Draft RUU Sisdiknas menuai sejumlah polemik. Salah satunya karena menghapus penyebutan madrasah. Hal ini dinilai berpotensi melemahkan pendidikan di madrasah.
BARISAN.CO – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tengah merancang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). RUU ini bakal mengintegrasikan tiga undang-undang, yakni UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Pendidikan Tinggi.
Kemendikbudristek sendiri menargetkan RUU Sisdiknas dapat masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas pada Mei 2022. Mereka juga menargetkan RUU Sisdiknas sudah dapat disahkan pada 2023 mendatang.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo menyampaikan, Kemendikbudristek pada dasarnya tidak terburu-buru dalam membentuk RUU Sisdiknas. Menurut dia, Kemendikbudristek menyadari proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus melibatkan banyak pihak.
Uji publik terbatas terkait RUU Sisdiknas ini sudah dilakukan dan saat ini, tim di Kemendikbudristek sedang memproses masukan dari berbagai elemen masyarakat.
“Kami sangat sadar terkait pelibatan publik, namun harus dilaksanakan secara bermakna, bukan sekadar formalitas. Artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kajian naskah akademik tentang RUU Sisdiknas,” kata Anindito dalam Dialog RUU Sisdiknas di Kantor Kemendikbudristek, awal Maret ini.
Draf RUU Sisdiknas Hapus Penyebutan Madrasah
RUU Sisdiknas menuai sejumlah polemik. Salah satunya karena menghapus penyebutan madrasah. Hal ini dinilai berpotensi melemahkan pendidikan di madrasah. Padahal, madrasah merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan nasional.
“Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” ujar Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara Arifin Junaidi dalam siaran pers bersama Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI), Kamis (24/3/2022).
Arifin mengaku heran peran madrasah malah terabaikan. Dia menilai keberadaan madrasah sudah lebih baik lewat UU Sisdiknas Tahun 2003. Arifin heran kekuatan tersebut malah dicabut lewat RUU Sisdiknas.
“UU Sisdiknas 2003 sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas dengan sekolah, meskipun integrasi sekolah dan madrasah pada praktiknya kurang bermakna karena dipasung oleh UU Pemda,” tutur dia.
Tata Kelola Guru
RUU Sisdiknas juga dinilai cenderung menyimplifikasi persoalan pendidikan yang sangat kompleks. Salah satunya berkaitan dengan tata kelola guru.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi menjelaskan tata kelola guru saat ini dilaksanakan oleh aktor yang berbeda-beda bahkan dengan bertentangan antara satu institusi dengan lainnya.
Misalnya program pengembangan guru untuk sekolah swasta, negeri, dan madrasah. Tenaga pengajar di tiga jenis sekolah itu juga harus melewati tahapan berbeda untuk menjadi guru di sekolah.
“Ini mengakibatkan peranan dan eksistensi guru semakin terabaikan. Transformasi menuju sistem pembelajaran yang bermutu terganjal oleh tata kelola guru yang terfragmentasi,” tuturnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi X DPR RI, Kamis (25/3/2022).
RUU Sisdiknas Melemahkan Dukungan Pemerintah pada Sekolah Swasta
Selain itu, keberadaan RUU Sisdiknas juga dinilai bisa melemahkan dukungan pemerintah pada sekolah swasta. Pengamat pendidikan Doni Koesoema mengaku tak menemukan rincian terkait peran dan dukungan pemerintah terhadap sekolah swasta dalam draf RUU Sisdiknas.
“Peranan penyelenggara pendidikan swasta sangat penting dalam sistem pendidikan nasional,” ujar Doni, Minggu (20/3/2022).
Menurut Doni, dalam Undang-Undang (UU) Sisdiknas yang saat ini masih berlaku, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003, sudah memuat kewajiban negara dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan di sekolah swasta. Hal itu secara eksplisit terdapat dalam pasal 55 ayat 4.