Scroll untuk baca artikel
Terkini

Polri Akui Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Kanjuruhan, Benarkah Tidak Berbahaya?

Redaksi
×

Polri Akui Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa di Kanjuruhan, Benarkah Tidak Berbahaya?

Sebarkan artikel ini

Polri mengakui penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa dalam Tragedi Kanjuruhan. Namun, mereka menyebut, tidak berbahaya. Benarkah demikian?

BARISAN.CO – Gas air mata dilarang dalam perang internasional, tetapi diklasifikasikan sebagai “agen anti huru hara” yang dapat digunakan penegak hukum untuk mengendalikan massa. Alih-alih menenangkan situasi, gas air mata terkadang dapat menyerang orang-orang terlemah dan menyebabkan komplikasi paling banyak di dalamnya.

Menggunakan gas air mata dalam peperangan dilarang berdasarkan beberapa perjanjian internasional termasuk Konvensi Senjata Kimia 1992. Layanan militer dan lembaga penegak hukum di seluruh dunia mengklarifikasikan gas air mata sebagai senjata tidak mematikan.

Namun, paparannya dapat menyebabkan kebutaan, luka bakar akibat bahan kimia, gagal napas, dan bahkan kematian. Dalam jarak dekat juga dapat membunuh orang.

Penjualan dan perdagangan gas air mata di seluruh dunia tidak diatur. Ini mengakibatkan, tidak jelas bahan kimia apa yang ada di setiap tabung, seberapa beracunnya, atau apakah bahan tersebut sudah diuji keamanannnya.

Salah satu iritasi kimia yang paling populer adalah gas CS (2-chlorobenzylidene malononitrile). Bahan ini dapat menyebabkan sensasi terbakar di mata, tenggorokan dan hidung, batuk dan menangis yang berlebihan, serta kesulitan bernapas.

Amnesty International telah menyimpulkan, dalam kasus-kasus tertentu, penggunaan gas air mata sama dengan penyiksaan.

Pada konferensi pers di Gedung TNCC Mabes Polri, Senin (10/10/2022), Polri mengakui penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa dalam Tragedi Kanjuruhan. Mereka mengklaim, gas air mata yang telah kedaluwarsa tersebut tidak berbahaya.

Benarkah demikian? Mengutip News & Observer, Sven-Eric Jordt, seorang peneliti di Duke University yang telah mempelajari efek gas air mata sejak pertengahan 2000-an, penelitian tentang gas air mata kedaluwarsa sangat sedikit.

“Mungkin kurang efektif, tetapi kita perlu juga memantau betul jenis senyawa apa yang terbentuk,” katanya.

Sedangkan, James Bonner, seorang ahli toksikologi di NC State University, mengatakan, meski tidak yakin apakah bahan kimia tersebut akan tumbuh lebih beracun atau manjur seiring bertambahnya usia, bahan kimia yang kadaluwarsa tidak boleh digunakan.

“Kalau tidak, mengapa memiliki tanggal kedaluwarsa? Ada tanggal kedaluwarsa karena suatu alasan,” jelas Bonner.

Jordt menjelaskan, saat kedaluwarsa, tabung gas air mata menjadi lebih berbahaya untuk digunakan.

“Saat komponen yang mudah terbakar rusak dapat menyebabkan ketidaktepatan dalam penerapannya atau menghasilkan konsentrasi bahan kimia yang lebih tinggi jika tidak dapat terdispersi dengan baik. Tabung-tabung ini bisa menjadi ancaman bagi polisi dan warga sipil,” ujarnya.

Bonner memperingatkan, bahaya utama gas air mata adalah dampaknya pada mereka yang berusia lebih tua atau yang memiliki sistem pernapasan lemah yang dapat menderita kerusakan yang lebih parah. Bahaya ini, kata dia, ada pada gas air mata yang sudah kedaluwarsa atau belum.

“Setiap individu tidak seperti satu sama lain. Jika Anda memiliki kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti asma atau lebih tua, maka itu bisa sangat serius. Anda tidak ingin terkena hal seperti itu,” tegas Bonner.

Sedangkan, dilansir dari Salon, Dr. Rohoni J. Haar, asisten profesor epidemiologi di University of California, Barkeley School of Public Health menyebut, memang tidak ada bukti tentang penggunaan gas air mata kedaluwarsa lebih atau kurang berbahaya. Namun, dia berpendapat, masalah yang lebih besar adalah tidak ada yang tahu isi di dalam tabung itu.

“Saya pikir transparansi tentang bahan kimia apa yang ada di sana akan memberi kita beberapa wawasan tentang bagaimana terurai dan apa produk degradasinya. Kami tidak memiliki informasi itu,” ungkapnya.