Scroll untuk baca artikel
Blog

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

Redaksi
×

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

Sebarkan artikel ini

Meskipun dalam beberapa contoh kasus ada perbuatan yang tidak ada relevansinya dengan kewajiban merujuk secara teknis atau literal kepada masa kehidupan nabi, namun dianggap sangat perlu demi untuk sesuai denga napa yang dicontohkan nabi pada zaman itu.

Betapa banyak perpecahan dan pertikaian, bahkan hingga kejahatan terjadi akibat dua kutub yang saling dipertentangan secara kasar dan serampangan itu. Islam kemudian muncul dengan gambaran agama yang amat kaku dan sempit. Islamisasi mencakup segala macam kehidupan, mulai dari konsep negara, hingga jenis pakaian dan penampilan. Bahkan definisi ber-Islam adalah ketika setiap muslim tampil dengan aksesoris dan Bahasa yang sesuai dengan kehidupan masa nabi Muhammad di jazirah Arab. Islamisasi kemudian identik dengan Arabisasi.

Ekslusifisme dalam keberagamaan

Sejarah ekslusifisme dalam beragama, atau bahkan ekstrimisme dalam menjalankan sikap dan pemahaman agama, khususnya agama Islam, tidak terlepas dari awal perpecahan besar kaum muslimin pasca kepemimpinan khalifah Ali bin abi Thalib.

Pada tahun ke-37 hijriyah terjadi peperangan yang dalam sejarah Islam disebut sebagai Perang Shiffin. Peperangan tersebut merupakan peperangan antara kelompok pendukung Khalifah resmi Ali bin abi Thalib dengan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Mu’awiyyah bin abi Sufyan yang kala itu menjabat sebagai Gubernur di Syam.

Pertempuran berakhir dengan jalan arbitrase, yaitu menyelesaikan perselisihan dengan merujuk kepada kitab al Quran. Namun tanda diduga pihak Muawiyah melakukan kecurangan dan menjadikan terpecahnya kelompok Ali. Di mana ada barisan yang membelot dari pasukan Ali yang kemudian dikenal dengan kaum Khawarij.

Sebagian besar sejarawan menuliskan bahwa kelompok Khawarij merupakan cikal bakal munculnya faham ekslusifisme dalam beragama. Bahkan kaum Khawarij kemudian mengkafirkan para sahabat karena menerima arbitrase sebagai telah keluar dari Islam dan darahnya halal.

Kaum Khawarij menjadi kelompok yang merepresentasikan pemahaman keagamaan Islam yang kaku, radikal dan intoleran. Karena sikap ekslusifisme tersebut, pemikiran Khawarij menjadi gerakan berIslam yang membatasi berbagai hal ke dalam ajaran yang bersifat tekstual saja. Menolak berbagai upaya kontekstualisasi doktrin keagamaan dengan perkembangan zaman dan budaya.

Jadi, pemikiran keagamaan yang muncul adalah sikap tertutup, malas berdiskusi, malas melihat permasahan dari perspektif yang berbeda.

Ekslusifisme dalam keberagamaan dapat dilihat melalui empat karakteristik, yaitu: Pertama, menerapkan pendekatan literal dalam memahami teks-teks Islam (pemahaman tekstual).