يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰىٓ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰىٓ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقٰبِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمٰنِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَأُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُونَ . (الحجرات : 11)
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
DALAM sebuah majlis seorang ustadz mengatakan, “Islam itu agama yang sudah sempurna, tidak ada hal-hal yang harus kita lakukan selain yang sudah dijelaskan oleh al Quran dan sunnah. Tidak ada yang boleh dilakukan kecuali ada contoh dari nabi dan dalilnya yang shahih. Jika tidak demikian, kita berarti mengada-ada, itu Namanya ‘bid’ah’. Setiap perbuatan ‘bid’ah’ adalah sesat!”
Kosa kata “bid’ah” sering sekali muncul dalam percakapan atau kajian keagamaan sekelompok orang yang bersemangat dalam “memurnikan” ajaran agama Islam.
Pada tahapan selanjutnya kata ‘bid’ah’ naik level menjadi label, “ahlul bid’ah”, yang disematkan kepada kelompok lain yang berbeda paham dengan kelompok tersebut di atas. Konsekwensilogis dari lebelisasi itu adalah memposisikan kelompok yang berbeda paham itu kepada posisi kelompok yang telah menjadi pelaku ‘bid’ah’ sebagai ‘ahlul bid’ah’, kelompok yang sesat! Dalam eskalasi berikutnya klasifikasi kelompok meruncing dan sempit, dengan dua kategori umum saja; ahlu sunnah, dan ahlul bid’ah.
Umumnya kategorisasi tersebut didasari kepada definisi kosa kata yang merujuk kepada perbuatan, baik perkara perbuatan syar’i khususnya ibadah mahdhoh, maupun perkara sosial, perbuatan yang berkembang atau telah berjalan karena perkembangan atau akulturasi budaya.
Maka setiap perbuatan harus merujuk kepada perilaku dan perkataan nabi Muhammad SAW, itulah perbuatan yang sesuai sunnah. Sebaliknya setiap perbuatan yang tidak ada contohnya atau perkataan dari nabi, itulah perbuatan ‘bid’ah’.
Meskipun dalam beberapa contoh kasus ada perbuatan yang tidak ada relevansinya dengan kewajiban merujuk secara teknis atau literal kepada masa kehidupan nabi, namun dianggap sangat perlu demi untuk sesuai denga napa yang dicontohkan nabi pada zaman itu.
Betapa banyak perpecahan dan pertikaian, bahkan hingga kejahatan terjadi akibat dua kutub yang saling dipertentangan secara kasar dan serampangan itu. Islam kemudian muncul dengan gambaran agama yang amat kaku dan sempit. Islamisasi mencakup segala macam kehidupan, mulai dari konsep negara, hingga jenis pakaian dan penampilan. Bahkan definisi ber-Islam adalah ketika setiap muslim tampil dengan aksesoris dan Bahasa yang sesuai dengan kehidupan masa nabi Muhammad di jazirah Arab. Islamisasi kemudian identik dengan Arabisasi.
Ekslusifisme dalam keberagamaan
Sejarah ekslusifisme dalam beragama, atau bahkan ekstrimisme dalam menjalankan sikap dan pemahaman agama, khususnya agama Islam, tidak terlepas dari awal perpecahan besar kaum muslimin pasca kepemimpinan khalifah Ali bin abi Thalib.
Pada tahun ke-37 hijriyah terjadi peperangan yang dalam sejarah Islam disebut sebagai Perang Shiffin. Peperangan tersebut merupakan peperangan antara kelompok pendukung Khalifah resmi Ali bin abi Thalib dengan pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Mu’awiyyah bin abi Sufyan yang kala itu menjabat sebagai Gubernur di Syam.
Pertempuran berakhir dengan jalan arbitrase, yaitu menyelesaikan perselisihan dengan merujuk kepada kitab al Quran. Namun tanda diduga pihak Muawiyah melakukan kecurangan dan menjadikan terpecahnya kelompok Ali. Di mana ada barisan yang membelot dari pasukan Ali yang kemudian dikenal dengan kaum Khawarij.
Sebagian besar sejarawan menuliskan bahwa kelompok Khawarij merupakan cikal bakal munculnya faham ekslusifisme dalam beragama. Bahkan kaum Khawarij kemudian mengkafirkan para sahabat karena menerima arbitrase sebagai telah keluar dari Islam dan darahnya halal.
Kaum Khawarij menjadi kelompok yang merepresentasikan pemahaman keagamaan Islam yang kaku, radikal dan intoleran. Karena sikap ekslusifisme tersebut, pemikiran Khawarij menjadi gerakan berIslam yang membatasi berbagai hal ke dalam ajaran yang bersifat tekstual saja. Menolak berbagai upaya kontekstualisasi doktrin keagamaan dengan perkembangan zaman dan budaya.
Jadi, pemikiran keagamaan yang muncul adalah sikap tertutup, malas berdiskusi, malas melihat permasahan dari perspektif yang berbeda.
Ekslusifisme dalam keberagamaan dapat dilihat melalui empat karakteristik, yaitu: Pertama, menerapkan pendekatan literal dalam memahami teks-teks Islam (pemahaman tekstual).
Kedua, pandangan keselamatan hanya dapat dicapai melalui satu kelompok dalam agama Islam disertai dengan penolakan terhadap kelompok lain dan pengikutnya (truth-claim).
Ketiga, menekankan gagasan bahwa tidak ada pemisahan antara Islam dan negara (anti-sekularisasi).
Keempat, para penganut paham ini percaya adanya teori konspirasi dalam berbagai masalah, dikaitkan dengan negara non Islam, negara Yahudi atau kafir secara umum, untuk memperlemah kekuatan politik Islam (percaya adanya konspirasi thaghut).
Sikap ekslusifisme itu kini mulai banyak kita temui. Mulai dari mengusung hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman atau pengamalan ajaran Islam berbasis teks, hingga menarik romantisme sejarah kejayaan masa lalu Islam kepada kehidupan modern.
Akhirnya kita sebagai umat Islam terbesar justru menjadi amat ringkih dengan berbagai perbedaan yang meruncing akibat sikap ekslusifisme. Sikap merasa paling benar, merasa paling sesuai syariat, yang kemudian mendorong masing-masing kelompok saling menghujat, melabel, bahkan melemparkan stigma sesat kepada mereka yang dianggap tidak sesuai dengan pemahaman kelompoknya.