Barisan.co – Syafaat dikemukakan di dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuk lafadz dan ditemukan sebanyak tiga puluh kali. Banyaknya penyebutan masalah Syafaat dalam al-Qur’an ini menunjukkan bahwa Allah memberikan perhatian terhadap salah satu prinsip ajaran Islam ini.
Secara termologi kata Syafaat (شفاعة) dalam tata bahasa Arab merupakan bentuk masdar yang berasal dari kata:
(شفع- يشفع- شفعا- وشفاعة)
Kata Syafaat itu sendiri mempunyai beberapa makna, seperti menjadikan sejodoh, sepasang, genap. Sedangkan lughowi (bahasa) kata asy-syafa’ah berasal dari kata asy-syaf’u lawan katanya adalah al-witr (ganjil). Sebab orang yang memberi Syafaat menuntut kepada peminta Syafaat di dalam mencapai apa yang dimintanya. Dengan demikian, sekarang ia tidak menyendiri, tetapi dibarengi orang lain.
Dalam konsep teologi para ulama memiliki pandangan yang berbeda dalam memaknai Syafaat. Para ulama dari berbagai madzhab dan aliran teologis mempunyai pandangan yang berbeda mengenai bentuk dan pemberian hak pada siapa Syafaat diberikan:
1. Ahlussunnah Wal Jama’ah
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah mempercayai pada hari kiamat nanti Rasulullah Saw, akan memberikan Syafaat kepada sekelompok umatnya yang melakukan perbuatan maksiat.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dan Muslim diterangkan bahwa pada hari kiamat berkumpullah orang-orang di Padang Mahsyar yang panas itu, orang-orang ketika itu sangat gelisah.
Sehingga setiap orang mencari bantuan untuk meringankan kesusahan yang dideritanya. Akhirnya mereka datang berbondong-bondong kepada Nabi Muhammad Saw untuk meminta Syafaat.
Maka Nabi Muhammad Saw bersujud kepada Allah Swt, lalu difirmankan oleh Allah kepada beliau:
عن ابى هريره قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم— ارفع رأسك سل تعطه وقل يسمع واشفع تشفع فارفع راءسى فاحمد ربى بتحميد يعلمنى ثم اشفع فيحد لى حدا ثم اخرجهم من النار وادخلهم الجنة ثم اعود فاقع ساجد امثله فىالثا لثة اوالرابعة حتى مابقي فىالنار الا من حبسه القران (رواه البخا ر و مسلم)
Dari Abi Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:…..Angkatlah kepalamu, mintalah apa saja akan diberi, katakanlah apa saja akan di dengar, bantulah orang lain akan diterima bantuan itu! Maka saya angkat kepala saya-kata Nabi Muhammad SAW-maka saya puji Tuhan dengan perkataan pujian yang diajarkan kepada saya, kemudian saya beri bantuan kepada orang. Maka diberi garis kepada saya, kemudian saya keluarkan orang-orang dari neraka dan saya masukkan kedalam surga, kemudian saya ulangi sujud serupa itu ketiga kali dan keempat kali sehingga tidak ada lagi yang tinggal dalam neraka kecuali orang-orang yang telah ditetapkan Qur’an akan menjadi penghuni neraka selama-lamanya.(HR.Bukhori dan Muslim)
Syafaat dari Nabi Muhammad Saw kepada orang-orang yang disukainya. Sehingga banyaklah penghuni neraka yang dikeluarkan beliau.
Kalau ada orang membantah tentang adanya Syafaat, maka sesungguhnya mereka adalah orang yang keliru, karena mereka menentang hadits yang shahih ini yang diriwayatkan oleh dua orang imam hadits yang termahsyur, yaitu Imam al-Bukhori dan Muslim.
Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini adanya Syafaat di akhirat, khususnya dari Nabi Muhammad Saw.
2. Mu’tazilah dan Khawarij
Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa ia akan memberikan Syafaat kepada umatnya yang melakukan dosa besar, seperti di sebutkan dalam sebuah hadits berikut ini:
قال رسول الله صلىالله عليه وسلم: إن شفاعتى يوم القيامة لاهل الكبائر من امتى
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Syafaatku dihari kiamat adalah untuk pelaku dosa besar di antara umatku.“
Kaum Mu’tazilah menolak adanya Syafaat pelaku dosa besar karena menurut mereka hadits di atas merupakan khabar ahad, tidak diketahui apakah shahih atau tidak. Oleh karena itu, hadits tesebut tidak dapat dijadikan hujjah.
Bahkan Syafaat betentangan dengan salah satu dari ajaran pokok mereka, yaitu al-wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman). Memiliki pandangan mereka Nabi Muhammad Saw tidak memberikan Syafaat kepada orang yang tidak berhak mendapat pahala merupakan perbuatan buruk.
Kaum Mu’tazilah dan Khawarij mengingkari adanya Syafaat bagi manusia yang tergelincir melakukan dosa besar. Kaum ini juga tidak mengakui bahwa orang-orang diperintah untuk tidak masuk neraka dan dan yang telah masuk neraka tidak akan keluar (setelah menjalani siksa beberapa waktu yang sesuai dosa yang diperbuatnya).
Menurut al-Qurtubi, pendapat Mu’tazilah dan Khawarij tersebut didasarkan pada pertimbangan akal manusia yang terbatas. Mereka menimbang baik dan buruk nilai berbuatan manusia berdasarkan pertimbangannya sendiri.
3. Ibnu Taimiyah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa Syafaat adalah berupa doa yang dimohonkan oleh Nabi Muhammad Saw, yang kemudian diterima oleh Allah Swt.
Pengertian ini dipahami dari hadits-hadits riwayat Sahihain (al-Bukhori dan Muslim) sebagai berikut:
عن ابى هريره قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم — ارفع رأسك سل تعطه وقل يسمع واشفع تشفع فارفع رأسى فاحمد ربى بتحميد يعلمنى ثم اشفع فيحد لى حدا ثم اخرجهم من النار وادخلهم الجنة ثم اعوذ فاقع ساجدا مثله فىالثا لثة اوالرابعة حتى ما بقي فىالنار الا من حبسه القران (رواه البخا رى ومسلم)
Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Angkatlah kepalamu, mintalah apa saja akan diberi, katakanlah apa saja akan di dengar, bantulah orang lain akan diterima bantuan itu! Maka saya angkat kepala saya –kata Nabi SAW-maka saya puji Tuhan dengan perkataan puian yang diajarkan kepada saya, kemudian saya beri bantuan kepada orang. Maka diberi garis kepada saya, kemudian saya keluarkan orang-orang dari neraka dan saya masukkan ke dalam surga, kemudian saya ulangi sujud serupa itu ketiga kali dan keempat kali sehingga tidak ada lagi yang tinggal dalam neraka kecuali orang-orang yang telah ditetapkan al-Qur’an akan menjadi penghuni neraka selama-lamanya. (HR. Bukhari Muslim).
Menurut Ibnu Taimiyah (1263-1324), Syafaat dalam arti yang luas dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Perbuatan manusia sendiri
Dengan kata lain, apabila seseorang taat pada semua peraturan Islam dan meningalkan semua larangan, maka sikap ini akan berfungsi sebagai jalan bagi keselamatan pada hari akhir nanti. Ini juga disebut wasilah (perantara).
Sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 35:
ياأيها الذين أمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة وجاهدوا فىسبيله لعلكم تفلحون (الما ئده: 35)
Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah kepada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
2. Syafaat melalui permohonan
Syafaat dapat terjadi di dunia ini atau di akhirat nanti, dan hanya orang hidup saja yang dapat menjadi pemberi Syafaat. Mencari Syafaat melalui orang yang sudah meninggal dipandang syirik.
Al-Qur’an mengecam sikap orang-orang yang mencari Syafaat melaui berhala, sebagaimana terdapat dalam surat az-zumar ayat 3:
ألا لله الدين الخالص والذين اتخذوا من دونه اولياء ما نعيدهم إلا ليقربونا إلىالله زلفى—- (َالزمر: 3)
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):”kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada allah dengan sedekat-delkatnya.
3. Permohonan kepada Allah atas orang lain
Dengan kata lain, karena kedudukan Nabi atau wali, misalnya, sangat dekat dengan Allah, mereka memohon kepada-Nya dengan keutamaan-keutamaannya.
Di antara ketiga macam Syafaat itu, Ibnu Taimiyyah membenarkan yang pertama dan memandang yang terakhir sebagai syirik. Oleh karena itu beliau mengakui Syafaat hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang masih hidup.
Syafaat Rasulullah Saw hanya untuk orang-orang yang beriman. Sedangkan orang yang tidak beriman-seperti orang kafir dan munafik tidak akan mendapatkan Syafaat di akhirat. Karena itu Rasulullah Saw dilarang memintakan ampun untuk pamannya, bapaknya dan orang-orang kafir, serta bagi orang munafik. Sebagaimana dalam al-Qur’an surat al-Munafiqun ayat 6:
سواء عليهم أستغفرت لهم ام لم تستغفر لهم لن يغفر الله لهم إن الله لايهدى القوم الفاسقين
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.
Diskusi tentang post ini