PEMILIH milenial pada pada Pemilu Serentak 2024 akan didominasi kaum milenial. Pada umumnya pemilih milenial adalah pengguna (user) media sosial (Medsos) kelas kakap dan kelas berat, alias pengguna yang berkecanduan (addicted user). Untuk itu, pendekatan terhadap pemilih pemilih harus banyak menyasar kepada kelompok ini. Agar harapan tersebut terwujud, perlu strategi, metode, media pendidikan pemilih dan sosialisasi Pemilu yang efektif.
Mengacu data dari hasil Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), pada Pemilu Serentak 2024 bakal didominasi generasi Z yang berada di rentang usia 17-39 tahun. Jumlahnya antara 50 hingga 60 persen dari dari total pemilih. Jika jumlah total pemiih di Jakarta Selatan mencapai sekitar 1,7 juta, maka sekitar 500.000 hingga 600.000 merupakan pemilih milenial.
Selain jumlahnya yang besar, karakteristik, atau perilaku memilih kaum milenial beragama. Ada yang aktif, partisipatif, kritis, cerdas, tertarik dengan isu-isu politik dan kepemiluan, dan sebagainya. Tetapi tidak sedikit yang cuek, permisif, apatis, masa bodoh, altergi dengan informasi tentang kepemiluan, dan sebagainya,
Ciri lain dari kaum milenial yang patut diperhatikan adalah kecanduan pada internet. Menurut penelitian Alvara Research Center, 34% responden dari generasi Z menjadi pencandu berat (addicted user) Medsos. Rinciannya, sebanyak 20,9% menggunakan internet 7-10 jam sehari, 5,1% sebanyak 11-13 jam sehari, dan 8% mencapai di atas 13 jam sehari. Generasi milenial yang menjadi addicted user sebanyak 20,4%.
Dari jumlah itu, sebanyak 13,7% menggunakan internet selama 7-10 jam sehari, 3% sebanyak 11-13 jam sehari, dan 3,7% yang lebih dari 13 jam sehari. Sedangkan, generasi X yang masuk kategori addicted user sebanyak 12,1%. Secara rinci, 7,1% menggunakan internet selama 7-10 jam sehari, 2,4% sebanyak 11-13 jam sehari, dan 2,6% mencapai di atas 13 jam sehari.
Melalui aplikasi Medsos, seperti WA, Facebook, Instagram, Youtobe, Tiktok dan lain-lain, anak-anak muda ini mendapat pengetahuan dan informasi tentang kepemiluan yang demikian beragam. Ada yang benar ada juga yang tidak benar, atau positif dan negatif. Yang positif misalnya mengandung pesan mengikuti Pemilu, sedangkan yang negatif mengandung pesan untuk memboikot Pemilu. Bahkan tidak sedikit informasi di Medsos tentang Pemilu mengandung adu domba, ujaran kebencian, permusuhan, fitnah, bohong (hoaks), dan sebagainya,
Demikian besarnya jumlah atau populasi pemilih dan beragamnya tipe atau karaktetistik milenial, maka perlu strategi dan metode tertentu dalam melakukan pendidikan pemilih dan sosialisasi Pemilu. Terutama dengan menggunakan multi media khususnya Medsos. Artinya sama dengan teknologi digital yang digunakan pada umumnya oleh kaum milenial. Istilah serangan dunia maya (virtual) dilawan juga dengan senjata sejenis. Sebab jika dunia maya dilawan dengan dunia non maya (teknologi konvensional), pasti tidak akan kena dan tepat sasaran.
Terkait dengan hal ini, jajaran KPU tidak boleh kalah cerdas, canggih, menarik dan atraktif dengan kaum milenial dalam visualisasi maupun konten-konten kreatifnya. Dan itu bisa dilakukan karena KPU mempunyai sumber daya manusia dan terutama dana untuk membayar profesional dalam produksi tayangan multi media atau Medsos yang berkualitas. Sedangkan jajaran KPU sebagai pembuat materi atau pesan terkait dengan ajakan berpartisipasi aktif dalam Pemilu.