BARISAN.CO – Setelah sekian lama, Minggu malam 19 Des 2021, saya kembali menyaksikan pertandingan Timnas Indonesia. Tidak seperti waktu – waktu dulu, menyaksikan Timnas Indonesia bertanding sekarang ini kurang menimbulkan greget.
Pun Piala AFF 2020 ini terasa kurang menarik minat penonton. Sehingga baru pada pertandingan keempat terbersit keinginan untuk menyaksikan. Kebetulan juga lawannya adalah Timnas Malaysia. Sebuah pertandingan klasik di Asia Tenggara.
Skuad Garuda ternyata banyak diperkuat pemain-pemain usia muda. Rata – rata usia mereka 22,9 tahun . Sangat muda. Seperti Tim U-23 ikut dalam turnamen tim senior.
Kejutan. Karena melawan Malaysia, apalagi dipertandingan yang menentukan. Biasanya Tim Indonesia punya beban mental lebih dibanding lawan timnas negara lain. Cut generation, sepertinya itulah yang dilakukan Shin Tae Yong.
Namun, ternyata mereka memang beda. Muda dan berbahaya. Bukan sekedar menang, tapi dengan skor telak 4 – 1. Serta permainan yang rapi dan cukup menghibur.
Sebagai Gooners, saya seperti dapat double-double di pekan ini. Malam Minggu Arsenal merontokkan Leeds United, malam Senin Timnas memaksa Timnas Malaysia angkat koper lebih awal.
Pratama Arhan
Arhan, nomor punggung 12. Menjadi pemain yang membuat saya selalu mencarinya di layar TV. Sangat eksplosif pergerakannya. Penuh energi saat meninggalkan posnya sebagai bek kiri untuk naik membantu serangan. Tipikal bek sayap modern.
Dua tendangan kaki kirinya berkontribusi langsung pada gol-gol timnas Indonesia. Satu menjadi assist dan satunya menghunjam jaring lawan menjadi gol.
Nama ini mengingatkan saya pada satu tempat di Semarang yang identik dengan sepak bola muda juga. Lapangan Arhanud Semarang. Eh ternyata dia memang pemain PSIS, kelahiran Blora, dan sempat di Akademi Terang Bangsa. Cah Jawa Tulen.
Throw in, Senjata Andalan
Selain gol dan assistnya, Arhan menunjukkan kemampuan lain yang jarang dimiliki pemain bola kelas dunia sekalipun. Lemparan ke dalam yang sangat jauh.
Ya, Arhan mempunyai kemampuan melakukan throw in yang jauh hingga bisa langsung mengarah ke kotak penalti lawan. Sebuah kemampuan yang jika terus dipoles bisa menjadi senjata andalan tim yang dibelanya.
Kemampuan throw in yang jauh sangat jarang dimiliki pemain sepak bola. Memilikinya akan menjadi keunggulan tersendiri bagi klub yang memiliki pemain seperti itu. Bahkan kemampuan Rory Delap dalam melakukan throw in saat membela Stoke City di Premiere League sempat membuat gusar manager Arsenal, Arsene Wenger. Sang Profesor melihat sebagai sebuah ketidakadilan, sehingga sempat melontarkan ide mengganti lemparan ke dalam menjadi tendangan ke dalam.
Bikin Cemas Pemain Bertahan
Mengapa kemampuan throw in yang jauh menakutkan pemain bertahan ? Salah satunya adalah tidak ada offside saat pemain penyerang menerima bola dari throw in. Maka, seorang striker atau siapa pun pemain dari tim menyerang bisa berdiri sejajar garis gawang saat menerima throw in. Layaknya corner kick. Ya, throw in adalah salah satu dari tiga keadaan yang tidak dikenai pelanggaran offside, yang dua lainnya adalah corner kick ( tendangan sudut ) dan goal kick ( tendangan gawang ).
Pada posisi ini sangat mudah terjadi kemelut di muka gawang yang membahayakan. Bisa jadi pemain penyerang berdiri di samping kiper lawan. Sangat bahaya.
Yang kedua adalah tipe gerakan bola. Berbeda dengan bola crossing yang cenderung berputar dan bergerak melengkung, bola hasil lemparan ke dalam cenderung melayang stabil dan berpola hiperbola. Tipe gerak bola ini cenderung lebih mudah diarahkan saat disundul.
Maka bisa dibayangkan saat Timnas Indonesia mendapatkan lemparan ke dalam di sisi pertahanan lawan dan ada Elkan Baggot dengan tinggi 190 cm ada di kotak penalti…seram…