Pembukaan jalur kejuruan ditingkat SLTP ini merupakan salah satu solusi penting perbaikan pendidikan kita saat ini. Tanpa itu, hampir bisa di prediksi mutu pendidikan kita akan selalu rendah.
SEBUAH ilustrasi sederhana: mana yang lebih hebat antara monyet, ikan, burung dan kuda? Jawabnya tergantung apa yang dikompetisikan. Jika memanjat yang diperlombakan, tentu monyet akan tampil sebagai pemenang. Kuda, ikan dan burung akan menjadi pihak yang kalah.
Sebagaimana kata Einstein, sampai kapanpun ikan akan tampak bodoh dan selamanya merasa dirinya bodoh kalau di suruh memanjat. Ikan sebenarnya bukan bodoh. Bahkan ikan itu jenius, jika kompetisinya berenang. Pun dengan kuda dan burung.
Sama halnya dengan manusia. Kata Einstein, setiap manusia adalah genius. Kejeniusan itu akan tampak jika kemampuannya berkembang sesuai dengan potensinya. Sebaliknya, manusia akan tampak bodoh jika ia harus tumbuh tidak sesuai potensi yang dimilikinya.
Dunia pendikan kita berada pada situasi sebagaimana yang dikhawatirkan Einstein. Banyak siswa harus tumbuh dan berkembang tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kebanyakan siswa dipaksa dan tidak memiliki pilihan lain kecuali harus mengikutinya.
Keadaan itu terjadi utamanya pada sekolah menengah pertama (SMP). Pada jenjang ini hanya ada satu pilihan sekolah. Semua lulusan Sekolah Dasar (SD) masuk SMP. Mereka mengikuti semua materi yang sama dan diuji kemampuannya dengan ukuran yang sama.
SMP adalah jalur sekolah umum yang dipersiapkan untuk masuk SMA. Sedangkan SMA adalah jenjang pendidikan yang dipersiapkan untuk masuk perguruan tinggi. Kedua jenjang itu (SMP dan SMA) adalah tangga menuju perguruan tinggi (universitas).
Untuk mencapai universitas dibutuhkan tingkat kemampuan untuk siswa bisa menguasai mata kuliah yang akan diajarkan. Begitu juga sejak di bangku SMP dan SMA materi pelajaran memiliki tingkat kesulitan tertentu dengan sifat pembelajarannya yang teoritis serta abstrak, sehingga tidak semua siswa lulusan SD mampu dan minat mengikutinya. Menurut Drost (1998) hanya 30 % siswa lulusan SD yang mampu dan dan minat masuk jenjang SMP.
Mayoritas siswa (70%) secara alamiah tidak akan mampu mengikuti sekolah umum yang menekankan kemampuan kognitif. Mereka membutuhkan ruang belajar tersendiri yang sesuai bakat potensinya di luar aspek akademik. Disinilah permasalahanya, pilihan itu tidak ada. Di jenjang pendidikan menengah pertama ini, semua lulusan SD dimasukkan dalam satu wadah yakni SMP.
Dari penggambaran di atas bisa dipahami mengapa hasil PISA (Program For Internasional Assessment) yang diinisiasi negara-negara kerjasama ekonomi (OECD) selalu menempatkan Indonesia dalam posisi rendah. Hal itu karena yang menjadi sampel PISA adalah siswa usia 15 tahun atau setara kelas 3 SMP. Di kelas ini berkumpul semua lulusan SD yang mayoritas tak mampu dan tak minat. Atau mereka yang mampu dan tak mampu berada dalam satu wadah.
Hasil PISA akan melesat jauh, andai sampel yang diambil misalnya pada sekolah-sekolah favorit. Hal itu karena mereka sejak masuk sekolah sudah terseleksi dengan ketat. Seleksi ketat itu sebenarnya untuk memilih siswa yang benar-benar siap dan mampu mengikuti pelajaran. Mereka itulah yang siap masuk jenjang SMP, SMA dan selanjutnya ke Universitas. Mereka adalah jumlah kelompok siswa yang 30%.
Dalam sejarah pendidikan Indonesia, sekolah kejuruan tingkat SMP pernah diselenggarakan. Pada masa itu ada sekolah Sekolah Teknik (ST), Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) dll. Berdasarkan Kurikulum 1984, sekolah kejuruan tingkat menengah ini sebenarnya sudah terakomodir. Program ini tak berjalan konon karena ada masalah anggaran. Setelah itu sekolah kejuruan di tingkat SMP tak ada lagi hingga saat ini.
Tidak adanya sekolah kejuruan di jenjang sekolah menengah pertama ini membuat mutu pendidikan menjadi rendah. Hal ini karena siswa yang pintar dan tak pintar secara akademik dicampur menjadi satu. Dan ditempat itu sampel survei PISA diambil. Pada titik ini guru, anggaran, fasilitas atau support apapun tak akan banyak menolong ikan memanjat. Itulah salah satu problem besar pendidikan kita.
Lantas apa solusi atas masalah tersebut di atas? Secara natural dan manusiawi, perlu dibukanya kembali sekolah kejuruan tingkat SLTP yang dulu pernah ada. Adanya sekolah kejuruan itu memberi ruang burung terbang, ikan berenang, kuda berlari kencang, dan tentu selain monyet memanjat. Dalam konteks ini asesmen PISA hanya akan mengukur ‘kecakapan monyet memanjat”.
Pembukaan jalur kejuruan ditingkat SLTP ini merupakan salah satu solusi penting perbaikan pendidikan kita saat ini. Tanpa itu, hampir bisa di prediksi mutu pendidikan kita akan selalu rendah. [Luk]