“Pfizer menghasilkan laba sebanyak US$1 juta setiap jamnya. Disisi lain, ribuan orang di Afrika sekarat setiap harinya karena Covid akibat perusahaan seperti Pfizer memprioritaskan keuntungan daripada nyawa,” Robbie Silverman (Manajer Senior Advokasi Sektor Swasta Oxfam)
BARISAN.CO – Pada Selasa (8/2/2021), perusahaan farmasi AS, Pfizer menyampaikan pihaknya akan membukukan US$54 miliar, dengan penjualan vaksin Covid-19 mencapai US$32 miliar dan obat oralnya, Paxvloid hingga US$22 miliar.
Namun, analisis JPMorgan, Chris Schott mengungkapkan bahwa tidak ada kepastian penjualan produk Covid-19 dari Pfizer itu dapat berlanjut dalam jangka panjang atau tidak.
Di tahun 2021, penjualan vaksin Pfizer mencapai hampir US$37miliar. Itu membuat Pfizer menjadi salah satu produk paling menguntungkan dalam sejarah. Perusahaan farmasi itu memperkirakan, di tahun ini keuntungan lebih besar datang dari pil Covid-19.
Secara keseluruhan, pembuat obat di AS tahun lalu menorehkan keuntungan berlipat ganda menjadi US$81,3 miliar. Mereka berharap tahun ini tetap membuat rekor pendapatan tahun ini mencapai US$102 miliar.
Oxfam Mengecam
Menanggapi publikasi hasil keuangan Pfizer pada penjualan vaksin Covid-19 untuk tahun lalu dan proyeksi vaksin serta pil antivirusnya tahun ini, dalam rilisnya, Manajer Senior Advokasi Sektor Swasta dari Oxfam, Robbie Silverman mengatakan hasil Pfizer hari ini adalah bukti nyata bahwa perusahaan menggunakan monopoli untuk memperkaya pemegang saham dengan mengorbankan hampir separuh populasi dunia yang masih tidak memiliki akses vaksin.
“Ribuan orang di Afrika sekarat setiap harinya karena Covid akibat perusahaan seperti Pfizer memprioritaskan keuntungan daripada menyelamatkan nyawa. Dan, itu terbayar, Pfizer menghasilkan laba sebanyak US$1 juta setiap jamnya,” kata Robbie.
Robbie menambahkan seharusnya perusahaan seperti Pfizer tidak diperbolehkan untuk mengutamakan keuntungan di atas nyawa manusia kala pandemi berlanjut.
“Tidak ada perusahaan yang harus memutuskan siapa yang hidup dan siapa yang mati,” tambah Robbie.
Berbeda terbalik dengan Pfizer, perusahaan farmasi Moderna menyebut, tidak akan memberlakukan perlindungan paten terhadap vaksin Covid-nya. Minggu lalu, para ilmuwan di Afrika Selatan juga telah mengembangkan salinan vaksin Moderna tersebut. Mereka berharap ini akan meningkatkan tingkat vaksinasi di seluruh dunia.
Kesetaraan Lebih Utama Daripada Booster
Sejak tahun lalu, beberapa negara, booster vaksin mulai digalakkan. Direktur Oxford Vaccine Group, Profesor Sir Andrew Pollard mengungkapkan bahwa ia konsisten berpandangan tentang dosis pertama dan kedua lebih harus diprioritaskan daripada booster ketiga atau keempat ketika persediaan terbatas.
“Lebih banyak nyawa akan diselamatkan tahun lalu jika dosis vaksin yang tersedia didistribusikan secara lebih adil ke seluruh dunia. Dengan sumber daya yang terbatas, kasus ilmiah untuk menyelamatkan banyak nyawa mengalahkan keuntungan yang lebih kecil dari peningkatan perlindungan dengan booster bagi mereka yang telah memiliki tembok pertahanan terhadap Covid-19,” ujar Andrew.
Namun begitu, bukan berarti Andrew menentang booster, hanya saja dia lebih pro terhadap kesetaraan.
Sedangkan, juru kampanye farmasi dari Global Justice Now, Tim Bierley menyebut pengembangan vaksin mRNA sepatutnya merevolusi respon Covid secara global.
“Tetapi, kami telah membiarkan Pfizer berinovasi dalam dunia medis sambil merobek sistem kesehatan masyarakat dengan mark-up yang menarik,” ujar Tim. [rif]