Tanggapan MK
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menanggapi polemik penunjukan anggota TNI/Polri sebagai penjabat (Pj) kepala daerah belakangan terjadi karena pertimbangan hukum dalam putusan MK tidak dianggap mengikat.
Putusan yang dimaksud adalah Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021 yang dalam pertimbangannya memuat ketentuan penjabat pengganti kepala daerah.
“Ketika itu dilaksanakan dan pertimbangan hukum itu dianggap tidak mengikat, pertimbangan hukum itu kemudian diabaikan, dan saya kira bukan kali ini saja, maka itulah timbul polemik,” kata Fajar dalam diskusi yang digelar Public Virtue Research Institute, Rabu (25/5/2022)
Fajar mengatakan terdapat pemahaman yang memandang saat amar putusan MK menyatakan menolak permohonan pemohon, maka tidak terdapat implikasi apapun terhadap norma yang digugat. Hal ini kemudian dijadikan sebagai pedoman.
Pada saat yang bersamaan, terdapat pemahaman yang mengatakan amar putusan itu mengikat sementara pertimbangan hukum tidak bersifat mengikat. Fajar menilai pemahaman tersebut kurang tepat. Akibatnya, ketika dipraktikkan terjadi polemik.
“Paling tidak menjadi sumber dari polemik, sumber persoalan,” kata Fajar.
Fajar menegaskan secara teoritik, akademik, dan praktik pertimbangan hukum dalam putusan MK bersifat mengikat. Menurutnya, argumentasi teoritik bahwa MK merupakan result interpreter of the constitution harus dipahami.
“MK itu adalah lembaga negara yang satu-satunya diberikan kewenangan untuk memberikan tafsir konstitusional mengikat,” tegas Fajar.
Dalam polemik penunjukan Pj kepala daerah ini, Fajar menjelaskan, MK telah memberikan pertimbangan hukum yang jelas.
MK merujuk pada UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur ketentuan pengangkatan Pj kepala daerah. Salah satu ketentuan itu adalah TNI/Polri bisa menduduki jabatan sipil jika sudah pensiun atau mengundurkan diri.
“Itu semuanya sudah dituangkan dalam pertimbangan hukum putusan MK,” jelas Fajar. [rif]