Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Ekonom: Program Hilirisasi Presiden Jokowi Sudah Terlambat

Redaksi
×

Ekonom: Program Hilirisasi Presiden Jokowi Sudah Terlambat

Sebarkan artikel ini

Kebijakan ekonomi penting untuk mengantisipasi dampak makro dari krisis global, yang paling utama adalah mengatasi dampak negatifnya berupa pengangguran yang meningkat pesat

BARISAN.CO – Hilirisasi yang dikumandangkan Presiden Jokowi bagus dan itu yang diperlukan tetapi sepertinya sudah terlambat, karena seharusnya dilaksanakan pada awal periode pertama kabinetnya (2015-2016).

Demikian disampaikan Rektor Universitas Paramadina di Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Banggar DPR RI, Kamis (9/2/2023).

Lebih lanjut, Didik menyampaikan pada saat itu pertumbuhan industri nasional berkisar 4-5% saja. Oleh karenanya untuk mendorong agar industri bisa meningkat, maka badan anggaran DPR RI hendaknya juga memberi masukan ke pemerintah soal pentingnya inovasi di Industri kita, terutama teknologi agar industri dan inverstasi berkualitas dan bernilai tambah tinggi.

Sebab menurutnya, keputusan politik untuk ekonomi sangat penting dan berpengaruh besar terhadap kelangsungan ekonomi nasional. Bisa dikatakan bahwa 90% dari ekonomi adalah politik, dan 90% dari politik adalah ekonomi.

“Kebijakan ekonomi penting untuk mengantisipasi dampak makro dari krisis global, yang paling utama adalah mengatasi dampak negatifnya berupa pengangguran yang meningkat pesat,” jelasnya.

Pengangguran yang berlebih adalah yang luarbiasa dan harus diperhatikan sebagai hal penting luar biasa. Satu saja ada keluarga sederhana yang menganggur maka keluarga itu “kiamat”, dalam tanda kutip,  apalagi jika tidak punya asuransi atau tabungan.

“Maka bayangkan jika tingkat pengangguran suatu negara mencapai 7% dan pasti akan menjadi masalah sosial politik,” terangnya.

Ekonom senior INDEF berpesan hendaknya Badan Anggaran DPR sensitif anggaran dan pengaruhnya terhadap kesempatan kerja dan hasilnya terhadap penyelesaian pengangguran. 

“Contoh yang tidak sensitif terhadap kesempatan kerja adalah isu  TKA China yang masuk ke Indonesia, yang menjadi kerisauan rakyat banyak. Padahal banyak sekali warga negara Indonesia yang masih menganggur,” imbuhnya.

Didik berharap setiap anggaran yang diputuskan selayaknya diukur hasilnya terhadap pengurangan pengangguran.

“Jangan dibiarkan anggaran lepas tanpa hasil untuk memperluas kesempatan kerja,” ujarnya.

Didik menilai persoalan kebijakan fiskal yang ekspansif dan kebijakan utang yang agresif pada satu dekade terakhir ini.

“Coba dibandingkan, pada periode  2004-2014 pertumbuhan ekonomi rata-rata 6%. Rasio utang kita terus turun dari 43% sampai 24%. Berarti pada masa itu utang benar-benar ditekan agar efisien, dan penggunaan utang dijaga untuk yang benar-benar diperlukan,” terangnya.

Namun, pada periode sekarang, 2014-2023 rasio utang kita tumbuh dari 24% terus meningkat ke 41% dari PDB. Tapi anehnya pertumbuhan ekonomi saat ini hanya 5% ke bawah.

“Itu berarti utang yang ditarik digunakan secara tidak efisien. Saya berani katakan itu. Jadi yang diputuskan Banggar soal utang kita harus dicatat, itu tidak efisien,” tegasnya. [Luk]