Scroll untuk baca artikel
Terkini

Puisi Mbeling Remy Sylado

Redaksi
×

Puisi Mbeling Remy Sylado

Sebarkan artikel ini

“Bagi saya mbeling pernah ada, dan terserah. Apakah mbeling masih aka nada. Sebab, pendirian saya sekarang: ada atau tiada tetap ada.” (Remy Sylado)

BARISAN.CO – Sastrawan Remy Sylado yang dikenal dengan Puisi Mbeling meninggal dunia hari ini. Kabar duka itu disampaikan Fadli Zon melalui tweetnya, Senin (12/12/2022).

“Selamat jalan Bang Remy Sylado. Baru beberapa hari lalu ngobrol ttg Elvis Presley n manajernya Kolonel Tom Parker. RIP,” tulis Fadli Zon.

Pemilik nama asli Yapi Tambayong meninggal dunia dikarenakan sakit, sudah lama Remy Sylado mengamali sakit. Bahkan dalam Twitter Fadli Zon mengunggah fotoya saat menjenguk Remy Sylado saat sakit dan dirawat di RSUD Tarakan.

Biografi Remy Sylado dan Puisi Mbeling

Remy Sylado dikenal sebagai pencetus gerakan Puisi Mbeling, ia dilahirkan pada tanggal 12 Juli 1945. Memiliki nama asli Japi Panda Abdiel Tambajong, selain sebagai sastrawan ia dikenal sebagai dosen, penyanyi, aktor, novelis, penulis maupun dosen.

Penyair Indonesia kturunan Minahasa, Sulawesi Utara dikenal juga sebagai budayawan, ahli bahasa dan bahkan pencipta lagu. Karernya berlangsung lebih dari lima dekade.

Sebagai aktor Remy belasan kali main film layar lebar dan bahkan menjadi salah satu aktor yang populer saat ini dan disegani di generasinya. Sedangkan salah satu film populer yang pernah dibuat berdasakan tulisannya adalah Ca-bau-kan (2022) diambil dari novel Remy yang berjudul sama yakni Ca-bau-kan: Hanya Sebuah Dosa (1999).

Selain itu, ia bermain dalam drama romatis yang berjudul Tinggal Sesaat Lagi, bahkan dalam drama keluarga Akibat Kanker Payudara (1987).

Sedangkan untuk puisi mbeling, kosa kata “mbeling” dikenal luas saat Romy Sylado memakainnya untuk rubric puisi “baru” di Majalah Aktuil, Bandung. Pada saat ini Remy menjadi pengasuh rubrik puisinya, selain sebagai wartawan dan redaktur yang menentukan arah dan isinya pada tahun 1972.

Menurut Remy, maksud “Mbeling” adalah sikap perlawanan terhadap dua sasaran yaitu: Pertama, pandangan estetik terhadap puisi Indonesia yang waktu itu tertanam dalam pikiran-pikiran konvensional.

Jadi bukan kontemporer, tentang antara lain bahasa sebagai piranti komunikasi yang melulu diungkap dengan kabur dan gelap tetapi berbunga-bunga. Sehingga dengan demikian puisi kehilangan tanggung jawabnya terhadap realitas buruk-jelek yang justru menjadi ilham dan tantangan kreativitas.

Kedua, sebagai pandangan terhadap situasi politik yang pada tahun 1970 nyata dibingkai dalam gerontokrasi Orde Baru yang salah kaprah memakai slogan-slogan dari “Pejah gesang nderek bapak” ke “Mikul dhuwur mendem jero.”

Remy Syaldo sosok multitalenta, salah satu kelebihannya dalam kepenyairan dibandingkan sastrawan lain kemampuannya menghidupkan kata-kata. Mampu menciptakan kosa kata baru dan memberdayakan kata-kata lama menjadi suatu yang baru atau mengikuti perkembangan zamannya.

Berikut ini contoh puisi mbeling Remy Sylado:

Menyingkat Kata

karena
kita orang indonesia
suka
menyingkat kata wr.wb.
maka
rahmat dan berkah ilahi
pun
menjadi singkat
dan tidak utuh buat kita

Presiden

Presiden pertama
bermain mata dengan komunis

Presiden kedua
bermain mata dengan kapitalis

Presiden ketiga
bermain mata dengan presiden kedua

Presiden keempat
tidak mungkin bermain mata

Di Blok Apa?

Kalau
Chairil Anwar
binatang jalang
Di blok apa
tempatnya
di Ragunan?

Puisi Mbeling senantiasa tertancap di hati para penyair. Meski demikian Remy Sylado tetap menyerahkan genre puisi mbeling ke dunianya.

“Bagi saya mbeling pernah ada, dan terserah. Apakah mbeling masih aka nada. Sebab, pendirian saya sekarang: ada atau tiada tetap ada,” tulis Remy Sylado.