وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.”
Ayat ini bukan sekadar larangan eksplisit untuk merusak alam, tapi juga ajakan spiritual untuk menyadari bahwa keseimbangan ekologis adalah bagian dari kehendak Tuhan yang harus dijaga.
Bumi ini, termasuk pulau-pulau kecil seperti Gag, adalah makhluk yang memiliki hak untuk tetap utuh, bersih, dan bernapas.
Ketika kerakusan manusia menyingkirkan nilai-nilai etika dan spiritual, maka penambangan bukan lagi sekadar eksplorasi sumber daya, melainkan bentuk perampokan terhadap masa depan.
Apalagi di kawasan seperti Raja Ampat, yang bukan hanya simbol keindahan, tapi juga penyangga ekosistem global.
Dampak dari penambangan juga bukan hanya masalah hari ini. Kerusakan lingkungan cenderung bersifat akumulatif dan jangka panjang. Ketika kualitas air menurun, ketika ikan-ikan menjauh, dan karang berhenti tumbuh, masyarakat lokal yang akan paling pertama merasakan deritanya.
Mereka yang selama ini hidup berdampingan dengan alam akan menjadi korban pertama dari keserakahan yang dikemas dalam istilah “pertumbuhan ekonomi.”
Apakah kita akan terus memelihara ilusi bahwa segala sesuatu yang bernilai ekonomi selalu harus dieksploitasi?
Apakah cuan selalu harus menjadi tujuan utama pembangunan, sekalipun harus mengorbankan kelestarian alam dan generasi yang akan datang?
Islam tidak pernah anti terhadap pembangunan, termasuk penambangan, selama dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, keadilan, dan tidak merusak tatanan.
Namun saat aktivitas tersebut telah nyata-nyata mengancam ekosistem, maka menjadi kewajiban moral dan spiritual bagi kita semua untuk berkata: cukup.
Pulau Gag bukan sekadar wilayah administratif atau titik koordinat pada peta. Ia adalah simbol dari pilihan besar: antara masa depan yang lestari atau keuntungan sesaat.
Pilihannya bukan hanya di tangan pemerintah atau korporasi, tapi juga pada kesadaran kolektif kita sebagai warga bumi.
Jika kita masih mengaku sebagai makhluk beriman, maka tugas kita bukan hanya menjaga ibadah ritual, tetapi juga menjaga bumi yang Allah percayakan kepada kita.
Karena kerusakan yang kita buat hari ini, bisa jadi adalah jawaban yang akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. []